Pages

Senin, 10 Oktober 2011

MANGKUK, MADU DAN SEHELAI RAMBUT


Suatu ketika Rasulullah Saw bersama para sahabat Beliau yaitu Abu Bakar Sidiq, Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan bersilaturrahim ke rumah Ali bin Abi Thalib. Ketika mereka sedang duduk-duduk, datanglah Fatimah yang membawakan semangkuk madu. Ketika madu diletakkan diatas meja, tiba-tiba jatuhlah sehelai rambut tepat di dekat mereka. Melihat hal tersebut, Rasulullah kemudian meminta para sahabat untuk membuat sebuah perbandingan terhadap ketiga benda diatas meja, yaitu mangkuk yang cantik, madu dan sehelai rambut.


Abu Bakar Sidiq yang mendapat kesempatan pertama kemudian berkata: "Iman itu lebih cantik daripada mangkuk yang cantik, orang yang beriman lebih manis daripada madu dan mempertahankan iman lebih sulit dari meniti sehelai rambut." Mendengar jawaban Abu Bakar Sidiq, Rasulullah tersenyum kagum.


Kemudian Beliau meminta Umar bin Khatab untuk mengemukakan pendapatnya. Umar bin Khatab berkata: "Kerajaan itu lebih cantik daripada mangkuk , rajanya lebih manis daripada madu dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut." Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah kembali tersenyum.


Kemudian Beliau menoleh kepada Ustman bin Affan, dan Ustman bin Affan pun berkata: "Ilmu itu lebih cantik daripada mangkuk, seorang yang gemar menuntut ilmu lebih manis daripada madu dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."


Rasulullah kemudian menoleh kepada Ali bin Abi Thalib untuk meminta pendapatnya. Ali bin Abi thalib selaku tuan rumah kemudian berkata: "Tamu itu lebih cantik daripada mangkuk, memuliakan tamu lebih manis daripada madu dan membuat tamu senang hingga ia tiba kembali dirumah lebih sulit dari meniti sehelai rambut."


Rasulullah kemudian berpaling kepada Fatimah yang masih berdiri disana, kemudian Beliau pun memberi kesempatan kepada Fatimah untuk mengungkapkan pendapatnya. Fatimah berkata: "Wanita itu lebih cantik daripada mangkuk, wanita yang memakai purdah lebih manis daripada madu dan mendapatkan seorang wanita yang tidak pernah 'dilihat seorang pun kecuali mukhrimnya' lebih sulit dari meniti sehelai rambut." Rasulullah kembali tersenyum kagum mendengar ungkapan-ungkapan tersebut.


Kemudian Beliau pun bersabda: "Mendapatkan taufik untuk beramal itu lebih cantik daripada mangkuk, beramal dengan perbuatan baik lebih manis daripada madu dan beramal dengan ikhlas itu lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."


Bahkan Jibril yang hadir dalam pertemuan tersebut turut pula membuat sebuah perbandingan: "Menegakkan agama itu lebih cantik daripada mangkuk, meluangkan waktu, tenaga dan segala yang dimiliki untuk agama lebih manis daripada madu, dan mempertahankan agama hingga akhir hayat itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut."


Dan Allah dalam sebuah hadist Qudsi berfirman membuat sebuah perbandingan: "Syurga Ku lebih cantik daripada mangkuk yang cantik itu, nikmat syurga Ku lebih manis daripada madu, dan jalan menuju syurga Ku lebih sulit daripada meniti sehelai rambut."

(dikutip dari lembar taujih UKMI Ar-Rahman)

ISYARAT


Seorang anak usia tiga tahun sedang menyimak sebuah suara. "Ting..ting..ting!", pikiran dan matanya menerawang ke isi rumah. Tapi tak satupun yang pas jadi jawaban. "Itu suara pedagang bakso keliling, Nak!", suara sang Ibu menangkap kebingungan anaknya. "Kenapa ia melakukan itu, Bu?", tanya sang anak. Tukang bakso cuma ingin bilang, "Aku ada di sekitar sini ", jawab si Ibu lembut.


Beberapa jam kemudian, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak suara asing. Kali ini berbunyi beda, persis seperti klakson kendaraan. "Teet..teet..teet!", ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi anak itu bingung. Apa maksud dari suara itu, padahal tak sesuatu pun yang menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. "Anakku itu tukang sate ayam". Suara klakson itu isyarat. Ia pun cuma ingin mengatakan, 'aku ada didekatmu' hampirilah!", ungkap sang Ibu lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. "Kok Ibu tahu?", kilah sang anak lebih serius. "Nak bukan cuma Ibu yang tahu, semua orang dewasa pun paham itu. Simak dan pahamilah. Kelak kamu akan tahu isyarat-isyarat itu!", ucap si Ibu dengan penuh kasih sayang.


Diantara kedewasaan melakoni hidup adalah kemampuan menangkap dan memahami isyarat, tanda dan sejenisnya. Mungkin itulah bahasa tingkat tinggi yang dianugerahi Allah untuk makhluk yang bernama manusia. Begitu efisien dan begitu efektif, tak perlu berteriak, orang bisa paham maksud si pembicara.


Di pentas dunia ini, alam kerap menampakkan seribu satu isyarat. Kita lihat gunung-gunung yang mengeluarkan lahar panas, kita lihat gempa bumi yang meluluhlantahkan. Itulah bahasa tingkat tinggi yang cuma bisa dimengerti oleh mereka yang dewasa. Itulah isyarat dari Allah : "Aku selalu di dekatmu, kemanapun engkau menjauh!". Simak dan pahamilah, Allah selalu didekat kita, agar sisi kehidupan kita tidak seperti anak kecil yang cuma bisa bingung dan gelisah dengan kentingan tukang bakso dan klakson pedagang sate ayam.

(diadop dari buletin Action)


Untukmu saudaraku, selamat menyimak dan memahami arti kehidupan ini yang sesungguhnya.

Semoga Allah senantiasa menambahkan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat untuk kita, ilmu yang menjadikan kita semakin mengenal Nya, ilmu dunia dan ilmu akhirat.



Semoga bermanfaat..