Pages

Jumat, 29 Maret 2013

Persiapan Menuju Akhirat


Bismillah...

Saudaraku, betapa sering kita lupa bahwa hidup tidak hanya sebatas di dunia ini saja, namun ada kehidupan yang jauh lebih abadi yaitu akhirat. Untuk itu marilah kita bertaqwalah kepada Allah dan mendekatlah pada-Nya. Hari ini adalah kesempatan beramal tanpa hisab, sedangkan esok hari akan ada hisab tanpa ada kesempatan beramal. Ketahuilah bahwa seseorang dapat leluasa bercanda dan bersenda gurau hingga kematian mendatanginya lalu ia tersadar.

Oleh karena itu dikatakan :
                Maka kehidupan adalah tidur
                Dan kematian adalah bangun
               Sedangkan manusia berjalan
               Bagaikan khayalan
               Sekejap di antara keduanya


Saudaraku,

Bagaimana keadaanmu jika ruh telah berada di kerongkongan, dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan), dan engkau berpisah dengan sumi, istri, keluarga, anak-anak, dan orang-orang yang engkau cintai!

Bagaimana perasaanmu ketika engkau diangkat di atas pundak-pundak pengantar jenazah, dan diberi bantal dari tanah! Hingga engkau berada dalam kegelapan kubur dan sempitnya liang lahat!

Bagaimana keadaanmu ketika malaikat Munkar dan Nakir datang lalu mendudukkanmu dan menanyaimu dengan seksama!

Bagaimana keadaanmu ketika dikeluarkan dari kubur pada hari berbangkit!

Bagaimana keadaanmu bila catatan-catatan amal beterbangan, titian dibentangkan, dan timbangan diletakkan!!

Ingatlah Allah, wahai saudaraku..karena Allah adalah tempat kembali sesungguhnya.

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)[1021], agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan[1022].” (QS. Al Mu'minuun : 99-100)

Seorang penyair berkata :
Pada hari ini engkau dapat melakukan semua yang engkau inginkan dan esok hari engkau akan mati dan diangkatlah pena-pena

Sungguh benar perkataan Imam Syafi’I :
              Pada hari kiamat
             Tidak ada harta dan anak
             Dan liang kubur
             Membuat lupa malam pengantin

(Refrensi : “Buku Pintar Muslimah)

Ya Allah, sudahilah kami dengan kesudahan yang berbahagia. Jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang baik (ahli surga) dan dapat melihat Engkau ya Allah, dengan berkat keagungan derajat Nabi Muhammad Saw yang memberikan syafa’at, juga ketinggian derajat para keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang memiliki kebahagiaan. Salawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga-keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Aamiin.

The Rainbow of Ukhuwah


Pelangi ukhuwah di ujung senja
Berkilau indah di langit cinta-Nya
Warna-warni keindahan
Menyatu dalam butiran hujan
Membasahi bumi, berikan keberkahan

Pelangi ukhuwah
Di sini kita bertemu dalam dakwah
Dari kata tak mengenal
Hingga terjalin keakraban

Tak peduli apa warna hidupmu
Tak peduli goresan warna tintamu
Hanya ada satu yang menyatu
Pundi-pundi Islam dalam kalbu

Perbedaan bukan halangan
Untuk saling mengenal
Perbedaan bukan rintangan
Untuk menyatu dalam barisan

Pelangi itu indah
Karena warna-warni yang menjadi satu
Ukhuwah itu indah
Dengan segala perbedaan yang menyatu

Aku, kamu, dia
Menjadi kita, kami dan mereka
Satu untuk tujuan yang sama
Raih ridha dan cinta-Nya yang sempurna

Terangkai kata dengan tinta emas
Terukir dalam sejarah peradaban zaman
Ukhuwah berbalut keimanan dan ketaqwaan
Semoga kelak kita dapat bersama
Di surga-Nya yang indah dan sempurna

 - Salam Ukhuwah

 

Prahara Alam Kubur


Sahabatku, pernahkah suatu hari engkau berkhayal tidak menjadi seorang muslim, semoga Allah Swt mengampunimu, hidup sebagai orang kafir, memerangi Rasululullah Saw, mengingkari ayat-ayat-Nya, melawan perintah-perintah-Nya, mendustakan rasul-rasul-Nya, tidak mengerjakan sesuatu yang mendekatkan dirimu kepada Allah serta terus menjalani keadaan seperti ini sampai malaikat maut menemuimu dan dirimu mati dalam keadaan seperti itu? Kemudian engkau menyaksikan di dalam kubur berbagai jenis adzab. Kemudian engkau dibangkitkan dan berdiri di padang mahsyar selama 50 ribu tahun dalam keadaan tidak beralaskan kaki dan memakai baju serta tidak mendapatkan sesuap roti pun dan segelas air pun. Kemudian Allah menghisabmu dengan hisab yang sulit, lalu memasukkanmu ke dalam neraka dan dirimu abadi di dalamnya selama-lamanya.

Sahabatku, kemudian ingatlah keadaanmu sekarang ini, ketika dirimu menjadi seorang muslim muwahhid yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, beriman kepada Allah dan hari akhir, menyembah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan semua yang diperintah-Nya sehingga dirimu hidup dalam keadaan seperti ini dan mati pun dalam keadaan seperti ini. Kemudian dirimu melihat kenikmatan di dalam kubur yang tidak dapat digambarkan. Kemudian dirimu dibangkitkan pada hari kiamat untuk berada di bawah naungan ‘Arsy Ar-Rahman dan minum dari kolam Nabi Saw. Kemudian Allah Swt menghisabmu dengan hisab yang mudah dan memasukkanmu ke dalam surga untuk melihat kenikmatan abadi dan hidup kekal di dalamnya.

Nabi Muhammad Saw telah menggambarkan kepada kita perjalanan orang-orang yang bahagia dan perjalanan orang-orang yang sengsara dalam sebuah hadits panjang.

Nabi Muhammmad Saw bersabda,
“Sesungguhnya jika seorang hamba mukmin terputus dari dunia dan menghadap akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat yang berwajah putih. Wajah mereka seakan-akan matahari. Mereka membawa kafan surga dan pengawet dari surga, kemudian duduk di sampingnya sepanjang pandangan mata. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di kepalanya. Malaikat itu berkata, ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan ridha-Nya.’ Jiwa itu pun keluar sebagaimana keluarnya tetesan air dari mulut ember. Tatkala malaikat maut mengambilnya, para malaikat tidak membiarkan jiwa itu berada di tangannya sekejap mata pun. Mereka mengambilnya dan meletakkannya di dalam kafan ini dan dalam pengawet itu. Keluarlah darinya seperti aroma kesturi paling baik yang pernah ada di muka bumi. Kemudian mereka membawanya naik. Setiap kali mereka melewati kelompok malaikat, para malaikat itu berkata, ‘Siapakah ruh yang baik ini?’ Mereka menjawab, ‘Fulan bin Fulan’, dengan nama terbaiknya ketika di dunia sehingga mereka sampai di langit dunia. Kemudian mereka meminta dibukakan untuknya, maka dibukakanlah untuk mereka. Para malaikat yang mendekatinya di setiap langit mengantarkannya ke langit berikutnya sampai berakhir di langit ke tujuh. Allah Swt berfirman, ‘Tulislah kitab hamba-Ku di ‘Illiyyin. Kembalikanlah hamba-Ku ini ke dunia. Sesungguhnya Aku menciptakan mereka darinya, Aku akan mengembalikan mereka padanya dan Aku akan membangkitkan mereka darinya untuk kali berikutnya.’”

Rasulullah Saw bersabda, “Maka dikembalikanlah ruhnya. Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukinya seraya bertanya, ‘Siapakah Tuhanmu?’ Mayit itu menjawab, ‘Tuhanku adalah Allah.’ Kedua malaikat bertanya, ‘Apa agamamu?’ Mayit itu menjawab, ‘Agamaku Islam.’ Kedua malaikat bertanya, ‘Siapakah laki-laki ini yang diutus di antara kalian?’ Mayit itu menjawab, ‘Dia adalah Rasulullah.’ Kedua malaikat berkata, ‘Apa yang engkau ketahui?’ Mayit itu menjawab, ‘Saya membaca Kitabullah, mengimaninya dan mempercayainya.’ Maka, sebuah seruan di langit menyeru, ‘Hamba-Ku benar.’ Kemudian datanglah kepadanya angin surga dan kenikmatannya serta dilapangkan untuknya kuburannya sepanjang pandangannya.’”

Rasulullah Saw bersabda, “Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki yang berwajah tampan, berpakaian bagus dan beraroma harum seraya berkata, ‘Berbahagialah dengan sesuatu yang membahagiakanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.’ Mayit tersebut bertanya kepadanya, ‘Siapakah engkau? Wajahnya adalah wajah yang membawa kebaikkan.’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya adalah amal shalihmu.’ Mayit tersebut berkata, ‘Tuhanku, Tuhanku, segerakanlah hari kiamat agar saya dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku.’

Sesungguhnya hamba yang kafir jika terputus dari dunia dan menghadap akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat yang berwajah hitam. Mereka membawa kain kasar. Kemudian mereka duduk di sampingnya sepanjang pandangan mata. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata, ‘Wahai jiwa yang menjijikkan! Keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.’ Ruh itu lalu meninggalkan jasadnya dan tercabut sebagaimana tercabutnya daging dari bulu yang basah. Tatkala malaikat maut mengambilnya, mereka tidak membiarkan ruh itu berada di tangannya sekejap mata pun sampai meletakkannya di dalam kain kasar itu. Keluarlah darinya seperti bau mayat paling busuk yang pernah ada di muka bumi. Kemudian mereka membawanya naik. Setiap kali mereka melewati sekelompok malaikat, para malaikat itu bertanya, ‘Siapakah ruh yang menjijikkan ini?’ Mereka menjawab, ‘Fulan bin Fulan’, dengan namanya yang paling jelek di dunia. Ruh itu minta dibukakan untuknya pintu langit, tetapi tidak dibukakan.”

Rasulullah Saw kemudian membaca ayat, “Tidak dibukakan untuknya pintu-pintu langit.” “Allah Swt berfirman, ‘Tuliskanlah kitabnya di sijjin di bumi yang paling bawah. ‘Kemudian di campakkanlah ruhnya dan dikembalikan ke jasadnya. Kemudian datanglah kepadanya dua malaikat dan mendudukinya seraya bertanya, ‘Siapakah Tuhanmu?’ Dia menjawab, ‘Ah..ah..saya tidak tahu.’ Kedua malaikat bertanya, ‘Apa agamamu?’ Dia menjawab, ‘Ah..ah..saya tidak tahu.’ Kedua malaikat itu bertanya, ‘Siapakah laki-laki itu yang diutus kepada kalian?’ Diam menjawab, ‘Ah..ah..saya tidak tahu.’”

Rasulullah Saw bersabda, “Lalu berserulah seruan di langit, ‘Dia berdusta. Bentangkanlah untuknya kasur dari neraka dan bukakanlah untuknya pintu ke neraka.’ Maka didatangkanlah kepadanya panas neraka dan hembusan anginnya serta disempitkan kuburanya sehingga tulang-tulang rusuknya beradu. Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki yang berwajah jelek, berpakaian jelek dan berbau busuk seraya berkata, ‘Berbahagialah dengan sesuatu yang menyengsarakanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.’ Mayit itu bertanya, ‘Siapakah dirimu? Wajahnya membawa keburukan.’ Laki-laki tersebut menjawab, ‘Saya amalan kejimu.’ Mayit itu berkata, ‘Ya Tuhan! Jangan Engkau jadikan hari kiamat.’” (HR. Abu Dawud)

Sahabatku, seringkali kita terbuai dengan kehidupan dunia dan terkadang kita lupa dengan kehidupan akhirat. Pernahkah kita berpikir, apa impian kita di akhirat? Bagaimana keadaan yang kita impikan saat bertemu dengan Allah?

Sahabatku, apa yang telah kita persiapkan untuk bertemu dengan Allah? Sudahkah kita mempersiapkan diri kita untuk bertemu dengan Allah? Tak jarang yang muda mendahului yang tua dan tak jarang pula mereka yang belum memiliki persiapan. Kematian adalah sebuah ketetapan di balik hijab Allah. Tak seorang pun manusia yang mengetahuinya, kapan, dimana, bagaimana dan seperti apa. Semoga jika telah tiba saat kita bertemu dengan Allah, kita telah mempersiapakan diri dengan amalan-amalan kebaikan.

Kebaikan hanya datangnya dari Allah, dan kesalahan datangnya dari diri dhoif ini. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kehilafan. Semoga catatan sederhana ini mampu menjadi sebuah perenungan diri khususnya diri sendiri. Semoga kita semua mampu menjadi pribadi yang terbaik di hadapan Illahi dan hamba yang senantiasa mencintai dan dicintai-Nya. Aamiin.

Filosofi Bersepeda


 


Ada tanjakan ada turunan…

Saat sedang menanjak, janganlah terlalu bernafsu mencapai puncak…
atur nafas, atur tenaga, konstankan putaran…
supaya efektif mencapai puncak…
dan konsentrasi tetap ada untuk menghadapi turunan…

Saat sedang menurun, janganlah kaget hingga terlalu cepat menarik rem…
kamu akan terjungkal dan makin terpuruk…
ikutilah alur jalannya…
seimbangkan remnya…
ambil momentum putarannya…
hingga saat kamu menanjak, kamu tidak membuang tenaga…

Bersepeda itu bukan masalah jumlah kilometer…
tapi lebih pada menikmati setiap kayuhan untuk mendapatkan tiap kilometer itu…

Begitupula kehidupan…
hidup menarik bukan karena jumlah umur, tapi bagaimana kita menikmati setiap detik untuk mendapatkan umur tersebut…

Bersepeda juga bukan masalah sepeda atau komponen yang ada di dalamnya…
tapi bagaimana menggunakan sepeda dan komponen tersebut untuk mendapatkan perjalanan yang menarik…
yang bisa kita nikmati, bisa kita ceritakan, bukan hanya menggunakan sepeda untuk kita banggakan harganya…

Begitu pula kehidupan…
kehidupan bukan masalah harta yang kita dapatkan, tapi bagaimana memaknai harta yang kita punya untuk membuat hidup kita lebih berharga secara batin, bukan hanya secara nominal…

Ada pepatah Jawa bilang, “Urip Kuwi Golek Jeneng..Ojo Golek Jenang”. Artinya “Hidup itu cari nama bukan cari makan.” Maksudnya adalah hidup itu harus bermanfaat bagi orang banyak, sehingga membuat nama yang baik untuk dikenang orang banyak.

Sama dengan sepeda, buat apa punya sepeda kalau cerita yang kita punya hanya pada saat kita membelinya, bukan pada saat menaikinya. Bukankah menaikinya itu terlihat dan terasa lebih menarik?

Life is a journey. Mensyukuri dan menikmati setiap perjalanan kehidupan.

Do’a Ibu Pintu Hidayah Sepanjang Jalan


Seseorang datang kepada Rasululllah saw dan bertanya : “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku layani (patuhi)? Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ayahmu.” (HR. Bukhari Muslim)


Ibu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya. Tiga kali derajat ibu lebih tinggi dibandingkan dengan bapak. Oleh karenanya, Rasulullah saw memerintahkan supaya kita berbakti kepada orang tua dengan sebaik-baiknya, terutama kepada ibu.

“Ridha Allah itu tergantung ridha kedua ayah bunda, dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua ayah bunda.”

Sepanjang hidupnya, perhatian dan kasih sayang ibu kepada anaknya tak pernah layu oleh teriknya matahari, tak pernah membeku oleh dinginnya salju, tak pernah lenyap oleh kelamnya malam, tak pernah kering di saat kemarau panjang, tak pernah hancur oleh ganasnya alam dan tak pernah karam oleh dalamnya samudra. Seluruh jiwa dan raganya rela dikorbankan demi mengasuh dan membesarkan sang buah hati. Membimbing dan mendidiknya dengan penuh harapan dan do’a siang malam, semoga anaknya selamat sentosa sepanjang hayatnya.

Dalam hati, ibu selalu berdo’a kepada Allah Yang Maha Tinggi, “Ya Allah, semoga diriku Engkau beri kekuatan dan ketabahan dalam menjaga amanah yang Engkau titipkan padaku, semoga anakku ini kelak Engkau jadikan orang yang berbakti kepada-Mu, berguna bagi orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agama.” Itulah harapan dan do’a setiap ibu kepada anaknya.

Iringan do’a ibu selalu menyertai langkah-langkah anak sepanjang hidupnya, sejak lahir sampai ajalnya. Karenanya tak berlebihan bila sesungguhnya do’a ibu kepada anak adalah pembuka pintu hidayah dan pengiring dalam setiap langkah hidup anak sepanjang jalan hidupnya.


 “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78)


Dalam Al Qur’an Allah menegaskan bahwa sejak dilahirkan sama sekali kita tidak mengerti apa-apa. Maka ibulah orang pertama yang menjadi pembuka petunjuk Allah kepada kita. Ibu telah menunjukkan berbagai hal kepada kita sejak lahir dengan landasan yang kuat sekali, yaitu kasih sayang.

Ketika lahir kita hanya terdiam dan bingung. Oleh karena itulah, waktu lahir kita menangis sekuat-kuatnya karena berharap ada orang yang memberi jalan petunjuk kepada kita dalam menjalani kehidupan yang sangat asing sekali di alam dunia ini.

Kita menangis sejadi-jadinya, karena kita mendapati diri dalam keadaan telanjang tanpa sehelai kain pun menutupi tubuh, sementara selimut (ketuban) yang membalut tubuh kita sudah terpisah ketika lahir. Maka sejak itu, ibulah orang pertama yang menunjukkan kita cara-cara menutup aurat dan memakai pakaian yang rapat menutup seluruh tubuh.

Kita pun tidak tahu sama sekali kemana harus mencari rezki untuk dapat menghidupi diri kita sendiri. Ibu dengan segala kasih sayangnya menunjukkan jalan kita untuk mencari sumber rezki. Kita dibimbingnya untuk menyusu dan menikmati sumber rezki yang halal, baik dan menyehatkan. Maka sejak itu, kita mulai mengerti bahwa memakan rezki itu mesti yang baik, sehat dan halal dan pula dicari dengan cara-cara yang baik dan halal.

Kemudian ketika kita membuang kotoran, maka ibu menunjukan bagaimana kita harus membersihkan dan mensucikan kotoran itu. Begitulah seterusnya, hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, ibu terus memberi petunjuk dan bimbingan kepada kita dengan penuh kasih sayang.  Ibulah orang pertama yang menunjukkan cara-cara bagaimana menjalani hidup kita dengan baik. Setiap petunjuk, ibu selalu mengiringinya dengan harapan dan do’a, semoga jalan hidup kita selalu mendapat kebaikan dan keselamatan.

Masihkah terbayang ketika kita masih kecil, saat berangkat ke sekolah, ibu menatap kepergian kita dengan bekal uang jajan seperlunya dan dengan tersenyum ibu berdoa, “Ya Allah semoga anakku kelak menjadi orang yang pintar dan meraih sukses dalam hidupnya.”

Ketika kita pergi bermain, ibu juga selalu berpesan jangan berkelahi dengan teman dan ia berdoa, “Ya Allah semoga anakku menjadi orang yang baik kepada siapapun.”

Ke mana saja kepergian kita, ibu selalu bertanya : “Hendak kemana dan kapan pulangnya?”. Maka selama kepergian kita, ibu selalu mendoakan “semoga Allah memberi keselamatan.” Alangkah cemasnya ibu, bila kita pada waktunya belum pulang jua. Ibu terus menerus berdoa, “Ya Allah semoga tidak ada apa-apa terhadap anakku, Ya Allah selamatkanlah anakku.”

Suatu hari ketika kita jatuh sakit, maka alangkah cemasnya hati ibu melihat keadaan kita. Ia berusaha mencari jalan kesembuahan untuk kita dan ia tak henti-hentinya berdoa : “Ya Allah, sembuhkanlah anakku, buah hatiku.” Alangkah bahagianya ibu bila kita mulai membaik dan sembuh seperti sedia kala.

Ketika dewasa, kita mulai menjalani hidup ini dengan mandiri dan bertanggungjawab terhadap kehidupan kita sendiri. Seluruh bekal yang ibu tunjukkan sejak kecil mulai kita praktekkan dalam hidup kita. Mungkin ibu sudah tidak lagi mengurus diri kita seperti saat kecil, tetapi dalam hal-hal tertentu kita masih membutuhkan bantuan ibu dan mengharapkan do’a ibu. Dan setiap ibu pasti selalu berharap agar apa yang dilakukan anaknya akan mendatangkan kebaikan. Ingatkah ketika kita melamar pekerjaan, maka ibu berharap dan berdoa, “Ya Allah semoga anaku diterima bekerja.” Kemudian ketika kita gagal dalam suatu masalah, ibu selalu memberi dorongan agar kita tetap bersemangat dan berdoa, “Ya Allah berikan jalan keluar yang baik bagi anakku untuk mencapai cita-citanya.” Kemudian ketika menjelang saatnya kita berumah tangga, maka ibu berdoa “Ya Allah semoga anakku mendapat jodoh yang baik”. Begitulah seterusnya, do’a ibu selalu mengiringi perjalanan hidup kita.

Lantas bila anak sudah meraih sukses hidup, apa yang didapat oleh sang ibu. Sesungguhnya sang ibu hanya dapat tersenyum bangga dan tak mengharap apa-apa. Ia ikhlas akan seluruh pengorbanannya selama mengasuh, membimbing dan memberi petunjuk anaknya, karena ia dapat menjalankan tugas yang diamanahkan Allah padanya. Dengan senyum bangganya, ibu masih saja berdoa : “Ya Allah, semoga anakku tetap selalu dalam bimbingan-Mu dan keselamatan-Mu yang selalu menyertainya dunia dan akhirat.”


Hanya satu yang diperintahkan Allah kepada kita, syukurilah segala pemberian Allah dan hargai segala pengorbanan orang tua, dengan khidmat, bersikap baik dan penuh hormat kepadanya.

(Refrensi : “Dahsyatnya Do’a Ibu”)

“Ya Allah, jadikanlah kami anak-anak yang dapat mensyukuri atas segala nikmat yang Engkau berikan dan mensyukuri atas segala petunjuk dan bimbingan orang tua kami sejak kami lahir sampai kami dewasa. Ampunilah segala dosa-dosa kami dan dosa kedua ibu dan bapak kami, sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi kami sewaktu kami kecil.” Aamiin.

Teruntuk Bunda ku tercinta dan tersayang dan seluruh ibu di dunia

 

Filosofi Tali dari Mu’awiyah ra





Mu’awiyah bin Abu Syufyan terkenal dengan kelembutan dan keramahannya. Tapi, di samping itu, ia juga seorang sosok yang sangat tegas dan teguh pendirian. Ia pernah berkata :


“Seandainya antara diriku dan orang-orang lain ada seutas tali penyambung, sungguh aku sekali-kali tidak akan memutuskan tali penyambung tersebut. Namun, jika mereka menariknya kuat-kuat, aku akan mengulurnya pelan-pelan, dan jika mereka mengulurnya pelan-pelan, aku akan menariknya kuat-kuat.”

Untuk memahami perkataan Mu’awiyah bin Abu Syufyan, marilah sahabat, kita perhatikan sikap dua orang sahabat Nabi saw berikut ini, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab.

Ketika Umar bin Khaththab bersikap tegas dan keras, kita perhatikan Abu Bakar ash-Shiddiq justru bersikap lunak dan penuh tenggang rasa. Misalnya, ketika saat Perang Badar berkecambuk, dimana pasukan kafir Quraisy banyak yang menjadi tawanan pasukan Muslim. Umar mengusulkan agar semua mereka dipenggal saja, sedangkan Abu Bakar lebih cenderung memaafkan mereka dan memungut uang tebusan dari mereka. Ketika seseorang datang kepada Rasulullah saw lalu mencela diri beliau dihadapannya, Umar langsung naik darah dan bermaksud untuk memenggal leher orang tersebut dengan pedang, kalaulah Rasulullah saw tidak menahannya, tentulah orang tersebut telah mati di tangannya.

Sedangkan ketika terjadi fenomena murtad dan pengingkaran terhadap kewajiban membayar zakat, yang muncul tak lama setelah Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah, Umar bin Khaththab justru bersikap lunak dan meminta kepada Abu Bakar memikirkan kembali berulang-ulang niatnya memerangi mereka. Ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar menunda dahulu keputusan untuk memerangi para pengingkar kewajiban membayar zakat ini sampai seluruh orang-orang murtad telah selesai ia perangi. Namun Abu Bakar menolaknya dengan tegas dan bersikeras dengan pendapatnya. Ia berkata kepada Umar, “Wahai Umar! Apakah kita yang terkenal pemberani, keras dan tegas pada masa jahiliah dulu akan berubah begitu saja menjadi pengecut, lunak dan lemah pada masa Islam? Tidak. Aku akan tetap melaksanakan keyakinanku ini.”

Maka Umar pun akhirnya setuju dengan pendapat Abu bakar ini dan ikut melaksanakannya dengan penuh semangat.

Bayangkanlah apa yang akan terjadi sekiranya kedua sahabat Nabi itu sama-sama keras keduanya, atau sama-sama lunak keduanya.

Demikian pula-lah halnya antara pemimpin dan rakyat, atasan dan bawahan, guru dan murid, orang tua dan anak, serta suami dan istri, begitu juga antara satu sahabat dengan sahabat lainnya.

Salam ukhuwah dalam cinta dan ridha-Nya

Hikayat Kebun Permata


 



Salah satu kisah yang diceritakan dalam kitab-kitab adalah hikayat kebun permata. Ini adalah cerita terkenal tentang seorang petani sukses yang bekerja di kebunnya dengan sungguh-sungguh dan tak kenal lelah sampai usia memakannya. Pada suatu hari, petani ini mendengar kabar bahwa sebagian orang melakukan perjalanan untuk mencari permata. Orang yang mendapatkannya akan menjadi orang yang sangat kaya sekali. Dia pun bersemangat memikirkan hal itu sehingga dia menjual kebunnya dan berangkat mencari permata itu.

Laki-laki ini telah mencari permata itu selama tiga belas tahun, tetapi dia tidak mendapatkan apapun. Akhirnya, dia diserang keputusasaan karena tidak berhasil mewujudkan impiannya. Tidak ada yang dapat dilakukannya kecuali menceburkan dirinya ke dalam laut untuk menjadi makanan ikan-ikan.

Petani baru yang membeli kebun sahabat tadi mendapatkan sesuatu yang bercahaya ketika sedang bekerja. Pada saat memungutnya, ternyata benda itu adalah potongan kecil permata. Maka bangkitlah semangatnya untuk bekerja sehingga dia terus mencangkul dan melubanginya dengan semangat dan sungguh-sungguh. Kemudian dia mendapatkan permata kedua dan ketiga secara tiba-tiba saja. Ternyata di bawah kebun itu terdapat simpanan permata.

** Terkadang kebahagiaan itu dekat darimu, tetapi engkau tidak melihatnya sehingga engkau menyia-nyiakan semua umurmu hanya untuk mencarinya, padahal ia dekat darimu. Sebagian orang sibuk mencari harta dan menduga bahwa semua itu bisa membuatnya bahagia. Sebagian mereka sibuk mencari nama baik dan menduga bahwa itu bisa membuatnya bahagia. Apakah kebahagiaan itu ada dalam kenikmatan materi atau yang lain? Apakah engkau tidak mengetahui bahwa kebahagiaan itu tersembunyi dalam usaha menghadapkan diri kepada Allah dan menempuh petunjuk Rasulullah Saw?


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah : 186)

 (Refrensi : “La Tahzan for Trouble Solutions”) 

La Tahzan! Jangan bersedih karena hilangnya dunia! Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah untukmu! Ridhalah dengan Allah apabila cobaan menimpamu! Ketahuilah kadar dunia jika dibandingkan dengan akhirat! Jadikanlah surga dan keridhaan Sang Pemilik surga sebagai tujuanmu. Maka, itulah rahasia kebahagiaan. Senyum itu indah jika tulus dari hati yang ridha kepada Allah..  ^^

The Mirror of Heart

Cermin, sebuah benda yang selalu hadir menemani kita setiap hari,
Dari pagi saat bangun sampai malam menjelang tidur.

Cermin, sebuah benda yang berfungsi penting bagi siapa pun,
Dari remaja hingga dewasa.

Cermin, sebuah benda yang mampu memantulkan objek dihadapannya,
Hingga objek tersebut terlihat jelas sesuai dengan aslinya.

Lalu bagaimanakah dengan cermin hati?

Engkau mungkin terlihat indah di balik hijabmu,
Dalam pakaian ukhrawi mu tersembunyi sisi-sisi yang tak nampak.
Namun, hati telah di desain dengan sangat indah dan cantik.
Hingga hati hanya mampu menampung segala hal yang baik.

Cermin hati.. Cermin kepribadian.
Ia yang sebenarnya ada di balik keindahan hijab itu.
Keindahan yang Allah sembunyikan aib-aibnya dari mata manusia.
Hingga yang terlihat hanyalah sisi yang tampak dari penglihatan mereka.

Cermin hati.. Cermin kepribadian.
Ia tak mampu diukur dengan dunia yang mempesona.
Karena fisik, harta ataupun kedudukan bukan ukuran.
Tapi cantik hati berbalut iman dan taqwa pada Sang Pencipta
Dan yang utama budi pekerti yang Rasul contohkan.

Cermin hati.. Cermin kepribadian.
Yang memancarkan sejuta keindahan, kecantikan dan kelembutan

Adakah engkau tahu?

“Sesungguhnya Allah tidak menilai penampilan dan bentukmu, tetapi Allah melihat hatimu.” (HR. Muslim)

Cermin hati..
Disanalah engkau dapat melihat bagaimana sisi hatimu.
Adakah ia masih berselimutkan debu?
Ataukah ia telah mampu menghantarkan pada kecintaan-Nya?

Adakah ia sama dengan apa yang kau lihat?

Maka katakanlah pada hatimu
Biarkanlah kecantikan itu tersembunyi
Biarkanlah kelembutan itu terjaga
Dalam cinta kepada-Nya dan Rasul-Nya
 Cinta yang terbalut suci dalam keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
Hingga kelak hati-hati ini bersatu bersama dengan orang-orang pilihan
Yang Allah ridha dan cintai dunia dan akhiratnya.

Cermin hati.. Cermin kepribadian.
Jadikan ia secantik dan seindah perhiasan akhlak mulia Rasul teladan.

 

Empat Kebahagiaan


Rasulullah Saw bersabda, “Empat perkara yang merupakan bagian dari kebahagiaan, yaitu : istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang nyaman. Empat perkara yang merupakan bagian dari kesengsaraan, yaitu : istri yang jelek, tetangga yang jelek, kendaraan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit.” (HR. Ahmad)

Di antara sebab kebahagiaan, yaitu :

  1. Amal Shalih
Allah Swt berfirman,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97)

2. Istri Shalihah
Istri shalihah menolongmu dalam urusan agama dan dunia serta menuntun kedua tanganmu menuju keridhaan Allah dan surga-Nya.

“Dan orang orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqaan : 74)

3. Tetangga yang Shalih
Terkadang tetangga mendatangimu untuk menyakitimu, mengeruhkan kehidupanmu serta membuatmu tidak mampu merasakan nikmat tidur dan istirahat. Oleh karena itu, salah satu sebab kebahagiaan adalah tetangga yang shalih, kalaupun dia tidak memberimu manfaat, dia juga tidak menyakitimu.

4. Kendaraan yang nyaman
Terkadang kita diuji dengan kendaraan yang menghalangi keperluan kita serta membuat kita menghabiskan malam dan siang untuk memperbaikinya sehingga kita menghabiskan banyak uang untuk membiayainya. Oleh karena itu, salah satu sebab kebahagiaan adalah jika Allah mengaruniakan seorang hamba kendaraan yang cepat serta mampu mengantarkannya menuju keperluannya.

5. Akhlak yang baik
Jika seorang hamba bersikap dengan akhlak yang baik kepada semua orang yang berada di sekitarnya, maka dia akan memperoleh cinta mereka. Mereka akan berusaha keras dengan izin Allah untuk membahagiakannya. Kemudian, dia akan hidup bahagia.

6. Rumah yang luas
Rumah yang luas akan memenuhi keluarga dengan sebab-sebab ketentraman. Tersedia tempat khusus anak-anak, khusus tamu dan khusus pribadi, sehingga tidak seorang pun mengetahui rahasia lainnya.

7. Selamat dari banyak hutang
Sesungguhnya banyak hutang adalah keresahan di malam hari dan kegelisahan di siangnya. Oleh karena itu, salah satu sebab kebahagiaan adalah jika seseorang selamat dari hutang dan boros menggunakan harta.

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al Isra’ : 29)

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa berada di pagi hari dalam keadaan aman di kelompoknya, sehat badannya dan memiliki makanan seharinya, maka seakan-akan diberikan kepadanya dunia dengan seluruh isinya.” (HR. Tirmidzi)
           
 (Refrensi : “La Tahzan for Trouble Solutions”) 

Teruntuk seluruh sahabatku, semoga Allah merahmati mu dengan keridhaan dan kebaikan-Nya di dunia dan di akhirat. Aamiin.

 

Lima Perkara yang Menjauhkanmu dari Maksiat kepada Allah


Jika Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka dibukakanlah untuknya pintu-pintu taubat, penyesalan, perasaan patah hati, perasaan hina, meminta tolong kepada-Nya, benar-benar kembali kepada-Nya, selalu tunduk dan berdo’a serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan kebaikan-kebaikan yang memungkinkan bagi dirinya. Keburukan itu bukan sebab rahmat-Nya sehingga seorang musuh Allah mengatakan, “Alangkah baiknya jika saya menjauhinya dan tidak melakukannya.”


Suatu hari seorang laki-laki pergi menemui Ibrahim bin Adham, dia salah seorang dokter hati, dan berkata, “Saya telah melakukan dosa terhadap diri sendiri. Kemukanlah kepadaku sesuatu yang akan menjauhinya.” Ibrahim lantas berkata kepadanya, “Jika engkau mampu melakukan lima perkara, pasti engkau tidak pernah menjadi tukang maksiat.” Karena sangat ingin mendengarkan nasihatnya, laki-laki itu berkata, “Terangkanlah kepadaku, wahai Ibrahim!” Ibrahim menjawab, “Pertama, jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, jangan makan sedikit pun dari rezekinya.” Laki-laki itu heran dan bertanya-tanya, “Bagaimana engkau bisa mengucapkan itu wahai Ibrahim, padahal semua rezeki berasal dari Allah?” Ibrahim menjawab, “Jika engkau mengetahui itu, pantaskah engkau memakan rezeki-Nya sambil bermaksiat kepada-Nya?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Ibrahim! Berikutnya?”

Ibrahim berkata, “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, jangan tinggal di wilayah kekuasaan-Nya.”  Laki-laki itu lebih heran lagi, kemudian berkata, “Bagaimana engkau bisa mengucapkan itu wahai Ibrahim, padahal semua wilayah adalah milik Allah?” Ibrahim berkata kepadanya, “Jika engkau mengetahui itu, pantaskah engkau tinggal di wilayah kekuasaan-Nya sambil bermaksiat kepada-Nya?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Ibrahim! Yang ketiga?”

Ibrahim berkata, “Jika engkau ingin bermaksiat kepada Allah, carilah tempat yang tidak terlihat oleh siapa pun.” Laki-laki itu berkata, “Bagaimana engkau bisa mengatakan itu wahai Ibrahim, padahal Allah mengetahui semua rahasia (mengetahui yang tersembunyi dan yang terang-terangan) dan mendengar langkah kaki semut di atas batu hitam pada malam yang gelap?” Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Jika engkau mengetahui itu, pantaskah engkau bermaksiat kepada-Nya?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Ibrahim! Yang keempat?”

Ibrahim berkata, “Jika engkau didatangi malaikat maut untuk mencabut nyawamu, katakan kepadanya agar menunda kematianmu sejenak.” Laki-laki berkata, “Bagaimana engkau bisa mengatakan itu wahai Ibrahim, padahal Allah Ta’ala berfirman, Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. An-Nahl : 61) Ibrahim pun berkata kepadanya, “Jika engkau mengetahui itu, maka bagaimana engkau bisa mengharapkan keselamatan?” Laki-laki tersebut berkata, “Ya! Terangkan yang kelima, wahai Ibrahim!”

Ibrahim berkata, “Jika Zabaniyah, yaitu para malaikat penunggu neraka jahannam, mendatangimu untuk membawamu ke neraka jahannam, jangan mau pergi bersama mereka.” Belum selesai laki-laki ini mendengar nasihat kelima, dia berkata sambil menangis, “Cukup, Ibrahim! Saya memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.” Laki-laki itu kemudian tidak pernah meninggalkan ibadah sampai meninggal dunia.


(Refrensi : “La Tahzan for Trouble Solutions”)

Teruntuk semua sahabatku, semoga bermanfaat. Keep istiqomah dalam keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.. ^^

La Tahzan! Bersabarlah Wahai Saudaraku


Sesungguhnya kehidupan tak pernah sepi dari berbagai bencana, kesedihan dan ujian. Senang, bahagia, suka cita, sedih, kecewa dan duka adalah sesuatu yang biasa dialami manusia. Ketika mendapatkan sesuatu yang menggembirakan dari kesenangan-kesenangan duniawi maka dia akan senang dan gembira. Sebaliknya ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka dia merasa sedih dan kecewa bahkan kadang-kadang sampai putus asa. Jika kita ingin melanjutkan perjalanan, kita harus menaiki kendaraan harapan dan keridhaan. Harapan dan cita-cita,  keridhaan dan kecintaan serta ketenangan jiwa merupakan buah yang nikmat dari tanaman akidah di dalam jiwa seorang mukmin dan simpanan yang tidak akan habis penyuplaiannya untuk pertarungan kehidupan.


Salah seorang penyair menggambarkan dunia ini :

dunia diciptakan dalam keadaan keruh, namun engkau menginginkannya..
 suci dari berbagai kepadihan dan kekeruhan
beban hari-hari bertentangan dengan tabiatnya
yang menginginkan percikan api di dalam air.


Akan tetapi sebenarnya bagi seorang mukmin, semua perkaranya adalah baik. Hal ini diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah baik dan tidaklah hal ini dimiliki oleh seorangpun kecuali oleh orang mukmin. Jika dia diberi kenikmatan/kesenangan, dia bersyukur maka jadilah ini sebagai kebaikan baginya. Sebaliknya jika dia ditimpa musibah (sesuatu yang tidak menyenangkan), dia bersabar, maka ini juga menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)


Kriteria Orang yang Paling Mulia 
Sesungguhnya kesenangan duniawi seperti harta dan status sosial bukanlah ukuran bagi kemuliaan seseorang. Karena Allah Ta’ala memberikan dunia kepada orang yang dicintai dan orang yang tidak dicintai-Nya. Akan tetapi Allah akan memberikan agama ini hanya kepada orang yang dicintai-Nya. Sehingga ukuran/patokan akan kemuliaan seseorang adalah derajat ketakwaannya. Semakin bertakwa maka dia semakin mulia di sisi Allah.

Allah berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al-Hujuraat: 13)


Jangan Sedih ketika Tidak Dapat Dunia 
Wahai saudaraku, ingatlah bahwa seluruh manusia telah Allah tentukan rizkinya  termasuk juga jodohnya, ajalnya, amalannya, bahagia atau pun sengsaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (air mani) kemudian berbentuk segumpal darah dalam waktu yang sama lalu menjadi segumpal daging dalam waktu yang sama pula. Kemudian diutus seorang malaikat kepadanya lalu ditiupkan ruh padanya dan diperintahkan dengan empat kalimat/perkara: ditentukan rizkinya, ajalnya, amalannya, sengsara atau bahagianya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Tidaklah sesuatu menimpa pada kita kecuali telah Allah taqdirkan. Allah Ta’ala berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS.Al-Hadiid: 22-24)


Kalau kita merasa betapa sulitnya mencari penghidupan dan dalam menjalani hidup ini, maka ingatlah sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke surga kecuali aku telah perintahkan kalian dengannya dan tiada suatu amalan pun yang mendekatkan ke neraka kecuali aku telah larang kalian darinya. Sungguh salah seorang di antara kalian tidak akan lambat rizkinya. Sesungguhnya Jibril telah menyampaikan pada hatiku bahwa salah seorang dari kalian tidak akan keluar dari dunia (meninggal dunia) sampai disempurnakan rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai manusia dan perbaguslah dalam mencari rizki. Maka apabila salah seorang di antara kalian merasa/menganggap bahwa rizkinya lambat maka janganlah mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah karena sesungguhnya keutamaan/karunia Allah tidak akan didapat dengan maksiat.” (HR. Al-Hakim)


Hendaklah Orang yang Mampu Membantu 
Hendaklah bagi orang yang mempunyai kelebihan harta ataupun yang punya kedudukan agar membantu saudaranya yang kurang mampu dan yang mengalami kesulitan. Allah berfirman:
“...Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya...” (QS.Al-Maa’idah: 2)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan hilangkan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan maka Allah akan mudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.” (HR. Muslim)


Berdo’a ketika Sedih 
Jika kita merasa sedih karena sesuatu menimpa kita seperti kehilangan harta, sulit mencari pekerjaan, kematian salah seorang keluarga kita, tidak mendapatkan sesuatu yang kita idam-idamkan, jodoh tak kunjung datang ataupun yang lainnya, maka ucapkanlah do’a berikut yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Tidaklah seseorang ditimpa suatu kegundahan maupun kesedihan lalu dia berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, putra hamba laki-laki-Mu, putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di Tangan-Mu, telah berlalu padaku hukum-Mu, adil ketentuan-Mu untukku. Saya meminta kepada-Mu dengan seluruh Nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakannya untuk Diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur`an sebagai musim semi (penyejuk) hatiku dan cahaya dadaku, pengusir kesedihanku serta penghilang kegundahanku.” kecuali akan Allah hilangkan kegundahan dan kesedihannya dan akan diganti dengan diberikan jalan keluar dan kegembiraan.” Tiba-tiba ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tidakkah kami ajarkan do’a ini (kepada orang lain)? Maka Rasulullah menjawab: “Bahkan selayaknya bagi siapa saja yang mendengarnya agar mengajarkannya (kepada yang lain).” (HR. Ahmad)

Juga do’a berikut ini:
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana, sedih, lemah, malas, kikir, penakut, terlilit hutang dan dari tekanan/penindasan orang lain.” (HR. Bukhari)


Ilmu adalah Pengganti Segala Kelezatan 
Di antara hal yang bisa menghibur seseorang ketika mengalami kesepian atau ketika sedang dilanda kesedihan adalah menuntut ilmu dan senantiasa bersama ilmu.
Berkata Al-Imam Al-Mawardiy: “Ilmu adalah pengganti dari segala kelezatan dan mencukupi dari segala kesenangan…. Barangsiapa yang menyendiri dengan ilmu maka kesendiriannya itu tidak menjadikan dia sepi. Dan barangsiapa yang menghibur diri dengan kitab-kitab maka dia akan mendapat kesenangan…. Maka tidak ada teman ngobrol sebaik ilmu dan tidak ada sifat yang akan menolong pemiliknya seperti sifat al-hilm (sabar dan tidak terburu-buru). (Adabud Dunya wad Diin)

Duhai kiranya kita dapat mengambil manfaat dari ilmu yang kita miliki sehingga kita tidak akan merasa kesepian walaupun kita sendirian di malam yang sunyi tetapi ilmu itulah yang setia menemani.


Contoh Orang-orang yang Sabar 
Cobaan yang menimpa kita kadang-kadang menjadikan kita bersedih tetapi hendaklah kesedihan itu dihadapi dengan kesabaran dan menyerahkan semua permasalahan kepada Allah, supaya Dia menghilangkan kesedihan tersebut dan menggantikannya dengan kegembiraan.

Allah berfirman mengisahkan tentang Nabi Ya’qub:
Dan Ya`qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: “Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa.” Ya`qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya.” (QS.Yusuf: 84-86)


Allah juga berfirman mengisahkan tentang Maryam:
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,” (QS.Maryam : 22-25)

Jika ini adalah sunnatullah dalam kehidupan secara umum dan dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, maka para pemikul risalah khususnya lebih dahsyat tantangannya dalam menghadapi cobaan-cobaan dunia beserta kesengsaraannya.

Jangan bersedih! Sesungguhnya kesabaran itu adalah kunci kehidupan.

Jangan bersedih! Sesungguhnya masa-masa kegelapan malam adalah masa yang mendahului terbitnya fajar.

Jangan bersedih! Sesungguhnya bersama kesusahan ada kemudahan dan bersama kesusahan ada kelonggaran.

Jangan bersedih! Sesungguhnya ujian-ujian dan musibah-musibah itu bisa menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan, meninggikan derajat dan mengingatkan dari berbagai kelalaian.

Jangan bersedih! Sesungguhnya Allah tidak memilih untukmu kecuali kebaikan.

Jangan bersedih! Sesungguhnya kebahagiaan orang yang dzalim tidak akan abadi. Allah akan menolongmu untuk menghadapinya di dunia dan akhirat.

Jangan bersedih! Sesungguhnya kesedihan tidak akan mengembalikan orang yang hilang, tidak menyembuhkan orang yang sakit dan tidak menghidupkan orang yang mati.

Jangan bersedih! Sesungguhnya kesedihan adalah awan yang akan hilang dan lenyap.

Jangan bersedih! Sesungguhnya Allah menyayangimu melebihi kasih sayang seorang ibu terhadap bayinya.

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai orang-orang yang sabar dan istiqamah dalam menjalankan syari’at-Nya, aamiin.Wallaahu A’lam.

(Refrensi : “La Tahzan for Trouble Solutions”)

Kadangkala Allah hilangkan sekejap matahari. Kemudian Dia datangkan guruh dan kilat. Hujan yang sangat deras dan awan yang mendung. Namun, dibalik itu semua ternyata Allah menghadiakan kita sebuah pelangi yang indah.

Jazakallahu khoir pada sahabat semuanya yang telah berkenan berbagi ilmu bersama dan untuk seseorang ibu yang telah meminjamkan buku special ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas ilmu-Nya yang Maha Luas dan semoga ukhuwah ini tetap terjalin hingga ke Jannah-Nya. Aamiin. Salam ukhuwah..

 

Seraut Wajah Teduh

Ku tatap lebih dalam lagi
Ku coba mendekat agar tampak jelas
Ku lihat sorot mata itu begitu tenang
Ada kedamaian di setiap biasan cahaya yang terpancar dari keduanya
Mengisyaratkan sebuah ketenangan di hatinya
Ketenangan dalam hidupnya

Ku tatap lebih dalam lagi
Ku coba mendekat agar tampak jelas
Senyum itu terlihat begitu manis dan indah
Terpancar dari kesederhanaan lahiriyah
Kehebatan akan keimanan yang teguh
Elok rupa sejernih wajah

Ku tatap lebih dalam lagi
Ku coba mendekat agar tampak jelas
Kerutan-kerutan wajahnya begitu lembut terasa
Ada kehangatan di setiap pelukannya
Mengalir deras merasuk jiwa

Ku tatap lebih dalam lagi ku coba mendekat agar tampak jelas
Seraut wajah teduh itu kini telah menua
Tak secantik dan setampan dulu
Seraut wajah teduh Ayah dan Ibu
Sosok pribadi menawan hati
Memancarkan kelembutan azali
Santun pribadi
Keindahan sejati kekasih Illahi

Ku persembahkan sebuah karya yang sangat sederhana untuk Ayah dan Ibu tercinta dan tersayang. Meski ku tahu karya ini tak sebanding dengan ketulusan kasih sayang, kesucian cinta, perhatian, pengertian dan bahkan pengorbanan yang telah dicurahkan saat diri masih berada dalam kandungan hingga detik ini masih hangat terasa. Untuk mu, Ibu, barakallahu fil milad, semoga Allah memberikan keberkahan, kebaikan dan kemuliaan di dunia dan di akhirat, mengampuni segala dosamu serta penjagaan dan perlindungan dari segala marabahaya, siksa dan azab di dunia dan di akhirat. Aamiin. Ana Uhibbukum fillah..

Keberkahan itu Berasal dari Allah


Keberkahan berasal dari Allah adalah kebaikan yang menyeluruh. Keberkahan berasal dari sesuatu yang halal dengan tujuan hanya untuk mencari keridhoan Allah. Karena itulah keberkahan pasti berasal dari sesuatu yang halal dan diberikan pada sesuatu yang halal juga. Pada saat itulah, keberkahan akan menjadi semakin besar dan bertambah banyak, dan pada akhirnya menjadi bertambah besar pula pahalanya.


Adalah paman Nabi Saw, Abu Thalib, ketika ia telah duduk menghadapi makanan dan di kanan kirinya pun telah berkumpul anak-anaknya, maka ia berkata kepada mereka. “Janganlah salah seorang dari kalian menjulurkan tangannya ke tempat makanan sampai anakku Muhammad datang.”

Ketika Muhammad telah hadir dan duduk di tengah-tengah mereka, maka barulah mereka mengambil makanan itu. Mereka makan bersama-sama dan kenyang. Padahal, tempat makanan itu tidak pernah penuh dari makanan. Tapi begitulah, makanan yang ada di dalamnya seolah-olah tak pernah habis. Dan itulah berkah!

Pada saat terjadi perang Khandaq (perang parit), kaum muslimin menderita kelaparan hebat karena sedikitnya perbekalan. Jabir bin Abdullah ingin memberikan penghormatan kepada Rasulullah dengan mengundangnya untuk makan bersama. Jabir sendiri saat itu hanya mempunyai seekor kambing kecil, maka ia kemudian menyembelih kambing itu dan meminta istrinya untuk memasaknya dan menghidangkannya. Sang istri pun segera melakukan perintah Jabir. Setelah semua selesai, Jabir pun bergegas menemui Rasulullah untuk mengundang beliau makan.

Menerima undangan makan dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah pun langsung mengumumkannya kepada para sahabat. Bahkan kemudian beliau memerintahkan para sahabat untuk memenuhi undangan Jabir. Jabir dan istrinya pun menjadi bingung, karena maksud awal dari undangannya adalah hanya untuk Rasulullah dan beberapa sahabat saja, karena kambing yang dihidangkannya kecil, sedikit dagingnya, dan tentu hanya cukup untuk beberapa orang saja. Tapi Rasulullah justru mengundang semua sahabat untuk ikut makan.

Saat itu juga, Rasulullah segera datang ke rumah Jabir bin Abdullah. Ketika beliau sudah berdiri di depan pintu, rombongan para sahabat pun ikut masuk ke rumah satu persatu. Mereka semua makan secara bergantian, sehingga semuanya kenyang, ikut merasakan hidangan Jabir bin Abdullah. Rasulullah sendiri makan paling terakhir. Hebatnya, setelah semua makan, daging kambing itu masih sisa separuh. Subhanallah...itulah berkah!

Dikisahkan bahwa suatu hari Rasulullah keluar dari rumah untuk membeli baju di pasar. Saat itu Rasulullah membawa uang delapan dirham. Ketika beliau sampai di salah satu jalan menuju pasar, beliau melihat seorang perempuan muda yang sedang menangis dan tampak ketakutan. Maka Rasulullah pun berhenti dan bertanya kepadanya tentang keadaannya dan apa yang membuatnya menangis. Perempuan muda itu pun menceritakan bahwa keluarganya mengutus dirinya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka memberinya uang dua dirham. Akan tetapi uang dua dirham itu hilang. Ia takut pulang kepada mereka, karena mereka pasti akan menyakiti dirinya.

Rasulullah menenangkan perempuan muda itu. Beliau kemudian memberikanya uang dua dirham. Rasulullah pun kemudian pergi meneruskan perjalanannya ke pasar. Beliau membeli sebuah baju dengan harga empat dirham. Saat dalam perjalanan pulang, beliau melihat orang tua yang menggunakan baju compang-camping. Tampak jelas dari bajunya yang sobek itu tulang-tulangnya yang menyembul karena badannya yang kurus. Lelaki tua itu berseru, “Barangsiapa yang memberikan pakaian kepadaku, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari sutera surga yang berwarna hijau.”

Siapakah orang yang paling dulu menjawab seruan orang tua itu kalau tidak Rasulullah? Maka Rasulullah pun memberikan baju yang baru dibelinya itu kepada lelaki tua itu. Kemudian beliau kembali ke pasar. Beliau membeli baju lagi dengan harga dua dirham, karena hanya uang dirham itulah yang masih tersisa di tangan Nabi. Beliau lebih mengutamakan lelaki tua peminta-minta itu daripada diri beliau sendiri.

Ketika beliau pulang dari pasar dan sampai ke tempat perempuan muda yang beliau tolong sebelumnya, ternyata beliau mendapati perempuan muda itu belum pergi dari tempatnya. Ia masih di tempat itu dan tetap dalam keadaan menangis. Maka Rasulullah pun bertanya kepadanya mengapa ia belum juga pulang ke rumah. Perempuan muda itu berkata, “Saya takut kalau keluargaku akan menyiksaku karena aku sudah pergi terlalu lama.” Rasulullah pun bertanya, “Siapa sebenarnya kamu ini?” Siapa keluargamu itu?” Perempuan muda itu pun memberitahu beliau bahwa sesungguhnya ia adalah salah satu pembantu seorang sahabat Anshar.

Rasulullah pun kemudian berjalan bersama perempuan muda itu untuk mengantarkannya ke kampung Al-Hayy, tempat keluarga perempuan muda itu tinggal. Ketika sampai di sana beliau pun mengucapkan salam kepada mereka, “Salam sejahtera untuk kalian semua, wahai wanita-wanita Anshar!”

Saat Rasulullah sampai di kampung Al-Hayy, kaum lelaki kampung itu tidak ada di rumah, mereka sedang berada di tempat-tempat kerja mereka. Karena itulah, Rasulullah Saw mengucapkan salam kepada kaum wanitanya. Akan tetapi Rasulullah Saw tidak mendengar jawaban salam dari para wanita itu. Maka Rasulullah pun kembali mengulangi salamnya sampai tiga kali. Karena tidak juga ada jawaban, maka beliau berniat untuk kembali. Tapi saat itulah, tiba-tiba terdengar jawaban salam mereka, “Untukmu keselamatan dan kesejahteraan ya Rasulullah!”

Maka Rasulullah pun bertanya kepada mereka, mengapa mereka tidak menjawab salam beliau mulai dari semula? Mereka menjawab, “Kami ingin keberkahan dari salam engkau menjadi semakin bertambah atas diri kami, ya Rasulullah.”

Rasulullah berkata, “Ini adalah perempuan muda kalian. Dia terlambat datang kepada kalian. Ia takut kalian akan menyiksanya. Maka timpakanlah kesalahannya padaku!” Rasulullah sendiri ketika itu tidak memberitahukan tentang kehilangan dua dirham yang di alami oleh perempuan muda itu.

Mendengar perkataan Rasulullah, para wanita Anshar itu pun berkata, “Ya Rasulullah, kami telah memaafkan dan mengampuninya, bahkan kami akan menambah kebaikan untuknya. Saksikanlah ya Rasulullah, dia merdeka saat ini juga karena Allah. Karena dia telah berjalan bersama engkau yang mulia.”

Mendengar itu, Rasulullah pun bersabda, “Sungguh saya tidak pernah mendapati uang delapan dirham yang di dalamnya ada keberkahan yang melebihi uang delapan dirham ini. Dengan uang delapan dirham ini, Allah telah memberikan baju kepada dua orang yang telanjang, telah memberikan keamanan kepada oarang yang ketakutan, dan telah memerdekakan seorang budak wanita.”
Allah akan mengangkat amal shaleh ke sisi-Nya, karena amal shaleh adalah jalan menuju kepada-Nya, yang pahalanya adalah surga. Karena itu jangan pernah berhenti berharap untuk datangnya keberkahan dalam hidup kita, karena sesungguhnya kita tidak menginginkan atas semua kebaikan yang telah kita lakukan, melainkan untuk mencari keridhoan Allah.

(Refrensi : “30 Amalan Shalihan Tudkhiluka Al-Jannah wa Tunjika min An-Nar”, Muhammad Ali Quthb)

Teruntuk sahabat ku, semoga keberkahan selalu tercurah di setiap kehidupanmu. Aamiin.

- Bersama meraih ridho Allah

 

Surat Cinta untuk Sang Pemilik Cinta


Ku tuliskan sepucuk surat cinta untuk Mu, duhai Sang Pemilik Cinta
Ku lantunkan senandung rindu pada dinginnya angin malam
Ku sematkan tanda cinta pada jiwa yang lara
Ku semaikan kasih sayang pada hati yang tertunduk diam

Biarkan ia bersemi dalam taman surga-Nya
Biarkan ia mengalir menuju samudra keabadian cinta-Nya

Duhai Sang Pemilik Cinta
Izinkan aku menggenggam erat cinta Mu
Agar ku dapat merasakan hangatnya dekapan Mu
Sehangat mentari yang bersinar di ufuk Timur kala menyapa dunia

Duhai Sang Pemilik Cinta
Tak mampu ku mengatakan segala rasa
Sungguh ku tak mampu mengekspresikan rasa di hati
Hingga yang ada hanyalah tetesan air mata
Air mata kebahagiaan, kesedihan dan kerinduan

Duhai Sang Pemilik Cinta
Penggenggam hati dan jiwa
Biarkan cinta ini tumbuh dan bersemi
Biarkan cinta ini semakin kuat dan kokoh
Biarkan cinta ini tetap dan selalu ada hingga tiba saatnya
Saat ku menjumpai Mu, menatap Mu dalam pelukan hangat Mu
Dalam dekapan cinta Mu, Sang Pemilik Kehidupan

-Dalam Samudra Cinta-Nya yang Sempurna

Allah menghadirkan dan menganugerahkan rasa cinta dan kasih sayang pada seluruh makhluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang mampu meluluhkan hati dengan cinta-Nya yang Agung. Hanya Dia yang mampu mentautkan jiwa dengan kasih sayang-Nya yang Sempurna. Rasakanlah betapa besar cinta-Nya, betapa sempurna kasih sayang-Nya, hingga engkau tak kuasa untuk semakin mencintai-Nya, hingga engkau tak mampu menolak untuk selalu berada di dekat-Nya. Maka izinkanlah jiwa-jiwa ini membalas cinta Mu dengan sempurna, seperti Engkau yang mencintai jiwa-jiwa ini dengan Maha Sempurna.

Allah kekasih yang tidak pernah mengecewakan orang yang mencintai-Nya, yang selalu membalas cinta dengan Maha Sempurna dan Agung Cinta-Nya.


Garam dan Telaga




Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak Tua itu.

“Asin dan pahit sekali”, jawab sang tamu. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai meminum air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar”, sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa asin dan pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jika, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Qalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua yang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

(Refrensi : “Motivasi Net”)

-Laksana samudra yang tak berhenti bergelombang dengan buih-biuh riaknya, itulah sebuah kehidupan, yang takkan berhenti dengan ujian dari-Nya. Ujian-ujian itu semata-mata bukti cinta-Nya kepadamu, agar engkau mampu merasakan Keagungan Cinta-Nya dan dekapan hangat Kasih Sayang-Nya. Bersabar dan tersenyumlah, agar hati dan jiwamu mampu memancarkan keindahan kilauan mutiara surga.. ^_^

Nasehat Seorang Ayah pada Putrinya


 


Sang mentari telah melambaikan sinarnya yang jingga nan memerah. Menandakan bahwa hari telah senja dan mentari akan kembali ke peraduannya. Seiring berjalannya waktu, siang pun berganti malam. Sore itu tampak cerah meski terkadang tertutup awan mendung. Bersama keluarga (ayah, ibu dan adik) menikmati senja dengan menonton tv. Sore itu kami menonton siaran berita. Hmm..lagi-lagi soal korupsi, politik, kerusuhan dan sebagainya. Sungguh ironis, seolah kita kembali ke masa zaman jahiliyah.

Saat kami sedang asyik mendengarkan salah satu berita, tiba-tiba ayah berkata, “Itulah yang dikatakan seseorang mengalami kebangkrutan.” Kami (ibu, saya dan adik) hanya terdiam dan saling berpandangan, berharap ada yang mengerti maksud ayah. Tiba-tiba ayah bertanya, “Ada yang mengerti apa yang dimaksud seseorang dikatakan mengalami kebangkrutan?”

Kami hanya terdiam dan saling berpandangan tanda tak mengerti. Kemudian ayah pun berkata, “Membina rumah tangga seperti halnya membangun sebuah perusahaan. Merintis dari awal dengan do’a dan harapan, meniti setapak demi setapak dengan kesabaran, ketulusan, keikhlasan, kesetiaan dan pengorbanan, berharap tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan kesuksesan.”

Ketika seseorang membangun sebuah perusahaan, ia merintis dari awal, segalanya ia korbankan, namun setelah berada di pertengahan usaha yang dijalaninya tiba-tiba ia meninggalkan usaha tersebut dan beralih ke usaha yang lain, kemudian ia merintis usaha barunya dari awal lagi dan usaha lama ditinggalkan tak ada hasil. Itulah yang dikatakan seseorang mengalami kebangkrutan.

Begitu juga membina rumah tangga, bersama-sama merintis dari awal pernikahan dengan do’a dan harapan, bersama-sama melewati saat-saat tersulit. Sudah memiliki seorang istri yang sholehah dan cantik, juga memiliki seorang suami yang sholeh dan bertanggungjawab, namun hanya karena nafsu semata harus berpisah di pertengahannya. Siapakah yang rugi? Tentu anak buah cinta orangtuanya. Ayah dan Ibu mereka hidup sendiri-sendiri dengan pasangan mereka yang baru. Sementara anak-anak mereka, buah cinta mereka akan kekurangan kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya. Itulah yang dikatakan seseorang mengalami kebangkrutan dalam berumahtangga.

Seberat apapun gelombang ujian, seberat apapun badai kepedihan, tetaplah bertahan dan bersabar mengarungi samudera kehidupan hingga kapalmu bersandar di dermaga surga-Nya. Pahami dan mengertilah kehidupan ini dengan baik. Jangan melihat sesuatu dari satu sisi, tapi lihatlah dari berbagai sisi yang berbeda, maka engkau akan temukan hikmah yang dapat kau jadikan pelajaran dalam hidupmu.

Rasulullah Saw bersabda, “Pandangan mata itu (laksana) anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barangsiapa menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, maka Allah mewariskan kelezatan di dalam hatinya hingga hari ia bertemu dengan-Nya.” (HR. Ahmad)

Rasulullah Saw bersabda, “Tiga golongan yang akan langsung di azab Allah di dunia, yaitu: anak yang durhaka pada orangtuanya, orang yang menyakiti pasangannya dan orang yang mengambil hak orang lain.”

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 102)


(Nasehat Ayah pada putrinya)

Love you, Ayah. You are my inspiration in my life. Engkau telah mengajarkan aku arti kehidupan ini. Semoga diriku mampu menjadi putri terbaikmu di hadapan-Nya.

Putrimu yang selalu mencintai dan menyayangimu.

-Teruntukmu sahabatku, semoga nasehat ini dapat bermanfaat untuk mu. Bagi engkau yang telah membina rumahtangga, semoga keberkahan-Nya selalu menyertaimu dan keluargamu. Dan untuk engkau yang sedang menunggu janji indah-Nya, semoga istiqomah dalam mempersiapkan diri menjadi yang terbaik, agar kelak engkau pantas dan layak untuknya yang mencintai dan menyayangimu karena-Nya.

Al Qur’an (Surat Cinta Illahi kepada hamba-Nya)


Merapat lebih dekat
Menghayati setiap kata-kata penuh makna
Menyelusuri rangkaian huruf-huruf nan indah

Merapat lebih dekat
Mencoba memahami arti yang tersirat
Merasakan setiap detail tulisan yang tersurat

Merapat lebih dekat
Sungguh indah surat cinta Illahi
Terjaga suci turun ke bumi
Membawa pesan hakiki
Pada manusia khalifah sejati

Merapat lebih dekat
Al Qur’an kitab suci
Mukjizat Rasulullah, manusia mulia
Tanda cinta Sang Illahi
Pada hamba terbaik pilihan-Nya

Merapat lebih dekat
Sungguh indah di setiap baitnya
Membawa kedamaian bagi yang mendengarnya
Membawa ketenangan bagi yang membacanya

Merapat lebih dekat
Meresapi kedalam jiwa
Memahami kedalam hati
Sungguh ia (Al Qur’an) menjadi pedoman hidupmu
Petunjuk langkahmu
Penerang gelapmu

-Al Qur’an bukti cinta Allah kepada hamba-Nya. Disana engkau akan merasakan cinta dan kasih sayang Allah yang Maha Sempurna.

 

Cangkir yang Cantik


 



Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvernir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara, “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop! Stop! Aku berteriak, tetapi orang itu berkata “Belum !” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop! Teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas! Panas! Teriakku dengan keras. Stop! Cukup! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “Belum!”

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop! Stop! Aku berteriak.

Wanita itu berkata “Belum!” lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya. Tolong! Hentikan penyiksaan ini! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala ku lihat diriku.

Sahabatku, seperti inilah Allah membentuk kita. Pada saat Allah membentuk kita, tidak menyenangkan, sakit, penuh penderitaan dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya.

“Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai percobaan, sebab engkau tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya engkau menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”

Apabila dirimu sedang menghadapi ujian hidup, jangan berkecil hati, karena Allah sedang membentukmu. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, engkau akan melihat betapa cantiknya Allah membentuk dirimu.

(Refrensi : “Motivasi Net”)

- Berikanlah senyuman hangatmu untuk menghantarkan semangatmu meraih impian -
Tetaplah tersenyum pada dunia, meskipun ia memberimu warna yang tak engkau sukai. Karena kelak warna-warna itu yang akan merangkai menjadi pelangi kebahagiaan untukmu, pelangi indah yang muncul di saat hujan kepedihan dan kesedihan berangsung menghilang dan sirna.

Biarlah Engkau yang Tercantik di Hatiku


Bila yang tertulis olehNya engkau yang terpilih untukku
Telah terbuka hati ini menyambut cintamu
Di sini segalanya kan kita mula
Mengukir buaian rindu yang tersimpan dulu
`Tuk menjadi nyata dalam hidup bersama 

Izinkan aku `tuk mencitaimu
Menjadi belahan di dalam jiwaku
Ya Allah jadikanlah ia pengantin sejati
Di dalam hidupku... (izinkan aku).........
.........
(“Mengukir Cinta di Belahan Jiwa by Maidany”)

Penggalan lagu di atas menggambarkan awal kehidupan baru bagi seseorang yang telah menikah. Bagaimana kehidupan setelah menikah? Apakah menikah merupakan sebuah akhir dalam kehidupan? Apakah menikah hanya bermakna perubahan status? Bagi para sahabat, kali ini izinkan saya berbagi ilmu seputar setelah menikah, meskipun saya belumlah menikah. Berikut ilmu yang akan saya bagikan pada sahabat khususnya akhwat fillah yang saya ambil dari sebuah buku yang saya baca. Semoga bermanfaat.

Setelah menikah, ada amanah untuk saling menjaga pandangan. Antara lain untuk menjaga pandangan suami sehingga tidak memandang dengan perasaan yang besar kecuali terhadap istri. Sehingga ia tidak mengangankan orang lain kecuali istrinya sendiri. Tidak menginginkan yang lain kecuali istrinya. Tidak ada yang lebih cantik, kecuali istrinya.

Jadi, Anda para istri, hendaknya berusaha membuat pandangan mata suami hanya tertuju kepada diri Anda seorang. Tidak ada kesempatan baginya untuk memandang yang lain, apalagi sampai membayang-bayangkan, apalagi lebih dari sekadar membayangkan. Mata suami banyak bergantung kepada wajah Anda. Jika wajah Anda membawa kesejukan, insya-Allah ia tidak akan tergerak untuk memalingkan pandangan.

Kesejukan wajah, sungguh tidak berhubungan dengan kecantikan. Bagi seorang yang belum menikah, kecantikan wajah boleh jadi begitu penting atau bahkan terpenting, sehingga ada yang menikah atas dasar kecantikan wajah. Akan tetapi seorang yang sudah menikah, atau seorang yang sudah menghayati
sebuah pernikahan, kecantikan wajah terasa demikian tidak pentingnya. Kecantikan wajah terletak di urutan nomor kesekian. Jauh lebih penting daripada kecantikan wajah adalah kesejukan wajah Anda ketika suami memandang.

Alhasil, hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘alaa alihi wasallam mengenai seorang istri yang apabila dipandang membuat suami semakin sayang, tidak hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kecantikan luar biasa. Boleh jadi mereka yang menurut penilaian umum sangat tidak cantik, justru menyimpan keteduhan jiwa yang luar biasa sehingga dapat menghapus kepenatan psikis dan fisik suami saat datang. Sebaliknya, bisa jadi kecantikan wajah yang dikenang-kenang dan diangan-angankan sebelum menikah, tampak demikian membosankan dan melelahkan mata.

Selengkapnya bunyi hadist Nabi Saw. itu berbunyi:
“Tiga kunci kebahagiaan laki-laki adalah istri shalihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang dan jika kamu pergi membuatmu merasa aman, dia bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu; kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang penuh kasih-sayang. Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tidak membuatmu bahagia jika dipandang dan tidak bisa menjaga lidahnya, juga tidak membuatmu merasa aman jika kamu pergi karena tidak bisa menjaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang jika dipakai hanya membuatmu lelah dan jika kamu tinggalkan tidak bisa mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit yang tidak kamu temukan kedamaian di dalamnya.” 

---
Kecantikan wajah
terletak di nomor kesekian.
Jauh lebih penting daripada kecantikan wajah
adalah kesejukan wajah Anda
ketika suami memandang. 

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, dalam bukunya yang berjudul Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim berkata, “Allah menjadikan penyebab kesenangan adalah keberadaan
istri. Andaikan penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentunya yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali. Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih buruk rupanya, padahal dia juga mengakui keelokan yang lain. Meski begitu tidak ada kendala apa-apa di dalam hatinya. Karena kecocokan akhlak merupakan sesuatu yang paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu bahwa inilah yang paling penting dari segala-galanya. Memang bisa saja cinta tumbuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap dengan lenyapnya sebab.”

Perkatan Ibnu Qayyim ini berarti, jika Anda menikah dengan seorang gadis disebabkan oleh tingkah lakunya yang menggemaskan, maka tiga bulan setelah menikah boleh jadi rumah tangga akan penuh dengan ketegangan psikis karena di saat nyidam ia tidak menggemaskan lagi. Pembawaannya kuyu dan lusuh, seperti kain sarung yang tertumpuk di kotak cucian. Apalagi kalau pembawaannya di masa nyidam itu menyebalkan sekaligus bikin risih.

Kecantikan dan kepandaian mempercantik diri tidak dapat menjamin utuhnya cinta dalam pernikahan. Kita merasa tenteram saat memandang, lalu perasaan sayang kita kepada istri semakin besar, bukan karena kecantikan dan kepandaian berhias.

Lalu, apa yang membuat suami merasa semakin dekat ketika memandangnya sedangkan ia telah bergaul lama? Wallahu A’lam bishawab. Hanya saja, secara kasar dapat kita pahami bahwa itu bukan terletak pada wajah. Bukan. Melainkan apa yang memancar dari wajah itu. Hati kita menjadi hidup jika wajah yang kita pandang memberikan keramahan, memancarkan kerinduan, dan menebar kehangatan. Hati kita semakin terpaut jika kehadiran kita diharap-harapkan dan ditunjukkan dengan pancaran wajah yang hidup dan tidak kaku beku.  Boleh jadi Anda saat itu sakit, akan tetapi Anda bias memancarkan pandangan mata yang menggambarkan bahwa cinta dan kerinduan Anda tidak sakit; Anda menampakkan melalui pandangan mata Anda bahwa kehadiran suami sangat berarti.
---
Banyak peristiwa komunikasi
yang lebih bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan jiwa
daripada informasi.
---

Alangkah letihnya suami jika ia bergegas-gegas pulang, diterpa panas yang menyengat atau hujan yang menyiramkan rasa dingin, tetapi sesampai di rumah tak ada senyum hangat yang menyambut, tak ada mulut yang bicara, dan tak ada mata yang membalas pandangan dengan penuh keinginan. Tubuh yang telah letih akan terasa semakin letih ketika beban psikis yang hendak ditumpahkan ternyata tidak tertampung karena istri tak tertarik mendengarkan.

Beban psikis boleh jadi berupa problem-problem yang ia jumpai selama berada di luar rumah, bisa jadi persoalan-persoalan serius yang ia pikirkan sejak lama, tetapi bisa juga “hanya sekadar” kejadian-kejadian ringan yang ingin ia ceritakan kepada istri. Kejadian ringan ini mungkin berupa pengalamannya merasakan semangkuk kecil rujak gobet, mungkin pertemuannya dengan teman sekolah semasa SD, atau mungkin kegembiraannya karena tadi menerima surat dari ibunya.

Kisah-kisah yang ingin diceritakan oleh suami barangkali tidak begitu penting substansinya. Pengalaman-pengalaman itu tidak memiliki isi yang dapat mempengaruhi jalannya sejarah, misalnya. Katakanlah, apa pentingnya kisah semangkuk rujak gobet yang pedas bagi kemajuan pendidikan anak-anak? Tidak ada. Apa pentingnya kisah rujak gobet itu untuk kemajuan masyarakat? Tidak ada.

Namun demikian, persoalannya bukan pada substansi semata-mata. Persoalannya lebih kepada bagaimana memperhatikan dan diperhatikan. Persoalannya lebih kepada bagaimana mendengarkan dan didengarkan. Sebab setiap kita butuh memperhatikan dan diperhatikan. Sebab setiap kita butuh mendengarkan dan didengarkan.

Kecantikan tak dapat menjamin bahwa yang tercantik di hati suami adalah istri semata. Ada yang lebih penting daripada sekadar kecantikan, yaitu keramahan, kehangatan, dan rasa cinta yang tulus. Ada yang bisa menyuburkan perasaan, yaitu perhatian dan penerimaan yang tulus terhadap kekasih. Ada yang bisa memperindah, yaitu canda yang menyenangkan. Rasulullah Saw. pernah kejar-kejaran --lomba lari-- dengan istrinya, ‘Aisyah radhiyallahu’anha. Sampai sekarang, saya tidak pernah mendengar ada orang yang kejar-kejaran dengan istri untuk bercanda, sehingga istrinya sangat terkesan dan menaruh rasa cinta yang sangat dalam. Sebaliknya, yang pernah saya dengar adalah istri yang lari ketakutan karena dikejar-kejar oleh suaminya yang sedang marah.

Bukan wajah yang membuat suami terkesan sehingga yang tercantik di hatinya adalah istrinya semata, melainkan apa yang memancar dari wajah itulah yang paling mempengaruhi perasaan suami. Sekalipun demikian, Anda tidak bisa meninggalkan masalah merawat kecantikan dan berhias untuk suami tercinta. Dalam hal ini yang terpenting adalah menunjukkan iktikad untuk memberikan yang terbaik bagi suami, bukan pada kesempurnaan Anda berhias. Berhias dengan sempurna tetapi suami merasa bahwa istri tak pernah berhias untuknya, maka apa yang Anda lakukan tidak mempunyai nilai apa-apa. Sebaliknya, sesederhana apa pun engkau berhias, jika suami merasa apa yang engkau lakukan itu disebabkan oleh cintamu kepada suami, maka tak ada yang lebih cantik di hatinya kecuali engkau.

(Refrensi : “Kado Pernikahan Untuk Istriku”, Mohammad Fauzil Adhim)

-Kecantikan bukan dari fisik semata, namun kecantikan sejatinya terpancar dari dalam hati.

 

Persembahan Kecil untuk Illahi

Tak terasa malam telah beranjak larut.
Padahal baru saja ku menyapa mentari di ufuk Timur.
Bercengkrama dengan kicauan burung yang merdu menyambut pagi.
Menghirup udara sejuk yang mengisi setiap rongga diri yang baru saja terbangun dari mimpi.
Dan kini pagi telah berganti, malam pun menemani.

Ku sapa malam ini dengan nada yang sama.
Meskipun tanpa ditemani bintang dan bulan.
Angin berhembus terasa dingin hingga ke tulang.
Memecahkan kesunyian malam yang begitu pekat.

Tersadar dari lamunan yang menggelantung diantara awan mendung yang menyapa.
Jauh menelusuri memori yang tersimpan begitu rapih dan terjaga.
Mengingat kembali kisah yang telah terlewati.
Beberapa tahun silam, saat diri terlahir ke bumi.

Tak mampu terbayangkan oleh akal pikiran.
Saat diri berada dalam kandungan.
Beban berat tak menjadi halangan.
Untuk terus melangkah demi buah hati tercinta.

Sosok itu terlahir bersih dan suci.
Buah cinta ayah dan bunda.
Tercipta dari segumpal tanah dan air yang hina.
Kemudian menjadi segumpal darah dan daging.
Lalu tulang belulang, hingga diberikan-Nya nyawa.

Kini ia telah hadir ke dunia.
Tangisannya memecahkan kerinduan.
Kehadirannya menjadikan kebahagiaan.
Pelengkap buah cinta ayah dan bunda.

Ia pun tumbuh dari kasih sayang seorang ibu yang lembut.
Terjaga dari penjagaan seorang ayah yang bijak.
Ia tumbuh, berkembang dan beranjak dewasa dalam naungan cinta-Nya.

Masa telah berganti.
Waktu pun telah berlalu dengan sangat cepat.
Tak terasa ia telah begitu lama di dunia ini.
Tak tahu akan sampai kapan waktu akan segera usai.
Yang akan menghantarkannya  ke tempat peristirahatan terakhir bersama Robb-nya.

Biarkan kesempatan terakhir ini.
Menjadi persembahan kecil untuk Illahi.
Karena Engkau ku berada di sini.
Dengan kalimat suci ku bersaksi.
Asyhadu alla ilaaha illallah, aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah..
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, aku bersaksi bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rasul Allah.

Dengan nama-Nya yang Agung dan Maha Tinggi.
Dengan kalimat-Nya aku mengerti dan memahami.
Ilmu-Nya yang terbentang luas di muka bumi.
Ku harus tegak berdiri sebagai khalifah Illahi.
Meski raga akan mati dan nyawa pun akan kembali ke pangkuan Robbi.


Bandar Lampung, 12 Januari 2012
-Biarpun tak ada yang mengetahui tentang jati diri, namun biarkan karya tetap membumi.

Teruntuk sahabat-sahabat ku yang di rahmati Allah, saya haturkan maaf lahir dan bathin pada sahabat sekalian atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan baik dalam perkataan, perbuatan maupun perasaan, juga apabila ada kata-kata yang tersalah baik dalam catatan maupun status yang telah mengganggu kenyamanan para sahabat. Jazzakumullah khoiron katsiro pada sahabat sekalian yang telah berbagi bersama. Bagi para sahabat yang ingin menyampaikan nasehat, saran, kritik, pendapat ataupun masukkan, dengan senang hati saya mempersilahkan baik via FB (facebook) ataupun sms. Semoga Alah memberikan yang terbaik bagi hidup kita dan semoga kela kita dapat berjumpa di jannah-Nya. Aamiin. ^_^

Rasulullah Saw bersabda, “Apabila ada seseorang yang meminta nasehat kepadamu, maka nasehatilah ia.” (HR.Ahmad)

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya satu persatu dari kalian adalah cermin bagi yang lain, apabila ia melihat penyakit di dalamnya, maka singkirkanlah darinya.” (HR.At-Tirmidzi)

Karena Keadilan-Ku Atau Karena Kasih Sayang-Ku?







Kita mengerjakan shalat, maka kita bersuci dan berdiri di hadapan Allah. Kita berdiri di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh. Kita ruku’, kita sujud, kita membaca bacaan-bacaan shalat, kita bertasbih dan kita berdoa dengan berharap do’a kita akan mendapat pengabulan dari Allah, dengan penuh rasa syukur dan sanjung puji kepada-Nya. Kita berdzikir kepada Allah agar dijauhkan segala keburukan dan kekejian dari diri kita.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al 'Ankabuut : 45)

Kita juga puasa pada bulan Ramadhan, bahkan juga mengerjakan puasa sunnah, maka kita pun tidak boleh makan dan minum pada siang hari. Kita juga tidak boleh mengerjakan hal-hal yang hina. Dan kita pun bangun malam untuk mengerjakan shalat tahajud di malam hari, membaca Al Qur’an al-Karim dan memperbanyak dalam membacanya, dengan harapan kita mampu mencapai derajat ketaqwaan yang sebenarnya.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)

Kita menunaikan zakat, bersedekah, mengeluarkan dari harta kita apa-apa yang menjadi bagian orang-orang miskin dan orang-orang yang tidak beruntung, sebagai alat untuk mensucikan harta kita. Kita mengambil sebagian kecil darinya kemudian menyalurkannya kepada tempat-tempat penyalur yang telah ditentukan oleh Allah.

Kita berhaji dan berumrah di Baitul Haram. Kita meninggalkan harta, suami (istri) dan keluarga, bahkan kita meninggalkan segala urusan dunia kita. Kita menikmati ampunan atas segala kesalahan dan dosa pada hari Arafah, lalu kita pun kembali dari haji dan umrah dalam keadaan suci dan disucikan, sebagaimana halnya seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya.

Demikian itulah ibadah-ibadah yang diwajibkan atas kita. Kita mengerjakannya dengan sesempurna dan sebaik mungkin. Kemudian, kematian pun menghampiri kita, dan kita pun menyambut perjumpaan dengan Allah dengan damai dan tenang. Amal-amal kita akan menjadi saksi atas diri kita.

Tetapi, sesungguhnya di sana ada hal penting yang kita tidak boleh kehilangan darinya!

Diriwayatkan bahwa ada salah seorang hamba Allah mengasingkan diri ke suatu pulau, agar ia tidak terganggu oleh sesuatu pun dalam beribadah kepada Allah dan agar ia bisa konsentrasi dalam ibadah. Maka Allah pun menyediakan untuknya sedikit air yang merembes dari sebuah batu besar. Ia meminum air itu ketika merasa haus. Ia juga menggunakan air itu untuk berwudhu ketika tiba waktu shalat. Adapun makanannya adalah buah-buahan dari pohon delima yang jatuh kepadanya. Setiap hari, satu buah jatuh kepadanya. Pohon delima itu selalu memberinya makan setiap saat atas izin dari Allah. Pohon itu seolah-olah tidak lekang oleh perputaran waktu dan musim.

Hamba Allah itu makan buah-buahan dari pohon delima sampai kenyang. Ia pun mengucapkan puji syukur kepada Allah atas segala nikmat yang ia terima. Kemudian, Allah pun mewafatkannya dalam keadaan suci lagi disucikan. Lembaran-lembaran catatan amalanya putih dan bersih semua. Ketikaia telah berdiri di hadapan Allah ntuk dihisab (dihitung amalnya), Allah pun bertanya kepadanya, “Apa keinginanmu, Aku menghisabmu dengan keadilan-Ku atau dengan kasih sayang-Ku?”

Disinilah ia merasa dirinya hebat. Lalu, ia pun berkata, “Ya Tuhanku, hisablah aku dengan keadilan-Mu.”

Allah kembali mengulang-ulang pertanyaan-Nya kepada hamba Allah itu agar ia mau berpikir ulang, namun jawaban hamba itu tetap sama, ia ingin dihisab dengan keadilan Allah.

Maka mulailah Allah meletakkan timbangan amal (mizan) dan memulai hisab. Kenikmatan-kenikmatan Allah diletakkan di salah satu mata timbangan, sementara amal-amal sang hamba diletakkan di mata timbangan yang satunya lagi.

Akhirnya terlihatlah betapa kenikmatan-kenikmatan Allah atas diri sang hamba lebih berat, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim : 34) Sementara amal-amalnya tampak ringan dan kurang mencukupi.

Melihat kenyataan itu, sang hamba yang zuhud itu pun berkata, “Ya Tuhanku, hisablah aku dengan timbangan kasih sayang-Mu, jangan dengan keadilan-Mu, wahai Dzat yang paling pengasih.”

Kasih sayang Allah dalam kehidupan dunia ini adalah berupa anugerah-anugerah duniawi yang tiada henti Allah curahkan kepada semua makhluk-Nya.

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 96)

Sementara kasih sayang Allah dalam kehidupan akhirat nanti adalah khusus untuk orang-orang yang bertaqwa dan selalu berbuat kebajikan, yaitu orang-orang yang senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Mereka selalu optimis dengan kebaikan, kemurahan, maaf dan ampunan Allah.

(Refrensi : “30 Amalan Shalihan Tudkhiluka Al-Jannah wa Tunjika min An-Nar”, Muhammad Ali Quthb)

Ya Allah..kami memohon kepada-Mu, janganlah amal-amal kami menjadikan kami tertipu, jauhkan kami dari syubhat yang tak terdeteksi dan tak diketahui, jadikan shalat, puasa, haji, zakat dan amal kami semata-mata pada kasih sayang-Mu, Wahai Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aamiin.

 

Dalam naungan Cinta dan Kasih Sayang-Nya.
Hendaklah kasih sayang senantiasa bersemayam dalam pikiran dan hati kita yang terdalam.

Jika Waktu Telah Usai (Perjalanan Ruh Bertemu Robb nya)


Gelap terasa sunyi sepi.
Bagai malam tanpa bintang yang menghiasi.
Tertunduk terdiam beribu bahasa.
Namun ternyata hari belumlah senja.

Ternyata hari belumlah senja.
Langit pun masih cerah menyapa.
Mentari pun masih memancarkan cahayanya.
Namun kenapa seolah dunia sepi tak berpenghuni?

Terdiam dan terdiam beribu bahasa.
Termenung dengan beribu pertanyaan selayang pandang.
Mencoba melirik ke satu sisi dan kemudian ke sisi yang lainnya.
Melihat sekitar yang terasa semakin sunyi tak ada satu pun orang.

Kemana mereka?
Dimana mereka?
Ayah, Ibu, Adik-adik ku, saudara ku, sahabat ku, teman-teman ku?
Mengapa mereka meninggalkan ku sendiri di sini?

Pertanyaan demi pertanyaan bergejolak di hati.
Tetesan air mata seolah menjadi bukti.
Seorang insan yang sedang dilanda sepi.
Tak ada yang abadi di dunia ini.

Cukup lama terdiam terpaku membisu.
Cukup lama hati bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak mampu terjawab.
Oh..ternyata ku telah berada di dunia yang berbeda.
Berbeda dengan mereka, mereka yang ku kasihi dan ku sayang.

Ku lihat kembali diriku yang terbujur kaku.
Oh..tubuh ku yang malang.
Kini kau tak mampu berbuat apa-apa lagi.
Meskipun untuk membuka mata mu sekalipun tak mampu.

Tubuh ku yang lemas lunglai.
Berbalut kain putih yang suci.
Berharap diri menghadap Illahi.
Dalam keadaan bersih dan wajah berseri.

Mata ini melihat lekat-lekat hingga tertuju pada satu titik.
Oh..Ayah, Ibu, adik-adik ku, saudara ku, sahabat ku, teman-teman ku.
Mereka ada di sana.
Tapi..mengapa mereka menangis?
Tidakkah mereka telah merelakan ku pergi?

Ya Allah..izinkan ku berkata pada mereka.
Bahwa di sini, di dunia baru ku baik-baik saja.
Di dunia yang sangat indah dan jauh lebih indah dari dunia sebelumnya.
Dunia yang aku merasa tenang berada di dekat Mu.
Tapi..mengapa mereka tetap menangis?
Apakah ada kewajiban ku yang belum tertunaikan sepeninggal ku?
Ataukah kesalahan dan dosa ku yang belumlah termaafkan?
Bagaimana cara ku berkata pada mereka?
Sedangkan mereka tak dapat melihat ku bahkan mendengarkan suara ku.

Duhai..Ayah dan Ibu.
Janganlah kalian menangis karena kepergian ku.
Hingga air mata mu menjadi luka di hati ku.
Kelak kita akan bertemu di Jannah-Nya.
Karena aku akan meminta syafa’at maghfirah-Nya.

Duhai..adik ku.
Janganlah kesedihan mu menjadi luka di setiap pori-pori tubuh ku.
Ku berharap pada mu lanjutkan titah ku.
Bahagiakan ayah dan ibu.
Kelak syurga akan menanti mu.

Duhai..sahabat ku.
Relakan aku pergi.
Ku tahu jalan masih panjang dan berduri.
Namun di sini aku akan menanti.
Berkumpul bersama di syurga yang telah di janji.

Kini waktu ku telah usai.
Kewajiban ku telah tertunaikan.
Saatnya ku mulai menggepakkan sayap ku.
Terbang bersama bidadari yang telah menanti ku.

Di sana..di dunia yang baru.
Telah menanti orang-orang yang menyayangi ku.
Berharap ku segera datang.
Dengan keimanan berbalut kesucian serta keterjagaan akhlak.

Telah ku rangkai keistiqomahan dalam ketaatan kepada-Nya.
Telah ku rajut benang-benang kesucian dalam keimanan kepada-Nya.
Telah ku jaga keindahan akhlak hanya bagi-Nya.
Hingga ia menjadi sayap indah bagiku untuk terbang menuju Jannah-Nya.
Hingga ia menjadi jembatan untuk ku meniti syurga terindah –Nya.
Bersama dengan orang-orang yang telah menanti ku dengan cinta dan kasihsayang-Nya.

-Waktu ku telah usai (Perjalanan Ruh Bertemu Robb nya)
Dalam tidur panjang, hanya amalan yang akan menjadi teman dalam sendirian.
Al Qur’an menjadi penerang dalam kegelapan.
Keimanan menjadi alas dalam pembaringan.
Ketaqwaan menjadi atap dalam ruang keabadian.