
Mu’awiyah bin Abu Syufyan terkenal dengan kelembutan dan keramahannya. Tapi, di samping itu, ia juga seorang sosok yang sangat tegas dan teguh pendirian. Ia pernah berkata :
“Seandainya antara diriku dan orang-orang lain ada seutas tali penyambung, sungguh aku sekali-kali tidak akan memutuskan tali penyambung tersebut. Namun, jika mereka menariknya kuat-kuat, aku akan mengulurnya pelan-pelan, dan jika mereka mengulurnya pelan-pelan, aku akan menariknya kuat-kuat.”
Untuk memahami perkataan Mu’awiyah bin Abu Syufyan, marilah sahabat, kita perhatikan sikap dua orang sahabat Nabi saw berikut ini, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab.
Ketika Umar bin Khaththab bersikap tegas dan keras, kita perhatikan Abu Bakar ash-Shiddiq justru bersikap lunak dan penuh tenggang rasa. Misalnya, ketika saat Perang Badar berkecambuk, dimana pasukan kafir Quraisy banyak yang menjadi tawanan pasukan Muslim. Umar mengusulkan agar semua mereka dipenggal saja, sedangkan Abu Bakar lebih cenderung memaafkan mereka dan memungut uang tebusan dari mereka. Ketika seseorang datang kepada Rasulullah saw lalu mencela diri beliau dihadapannya, Umar langsung naik darah dan bermaksud untuk memenggal leher orang tersebut dengan pedang, kalaulah Rasulullah saw tidak menahannya, tentulah orang tersebut telah mati di tangannya.
Sedangkan ketika terjadi fenomena murtad dan pengingkaran terhadap kewajiban membayar zakat, yang muncul tak lama setelah Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah, Umar bin Khaththab justru bersikap lunak dan meminta kepada Abu Bakar memikirkan kembali berulang-ulang niatnya memerangi mereka. Ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar menunda dahulu keputusan untuk memerangi para pengingkar kewajiban membayar zakat ini sampai seluruh orang-orang murtad telah selesai ia perangi. Namun Abu Bakar menolaknya dengan tegas dan bersikeras dengan pendapatnya. Ia berkata kepada Umar, “Wahai Umar! Apakah kita yang terkenal pemberani, keras dan tegas pada masa jahiliah dulu akan berubah begitu saja menjadi pengecut, lunak dan lemah pada masa Islam? Tidak. Aku akan tetap melaksanakan keyakinanku ini.”
Maka Umar pun akhirnya setuju dengan pendapat Abu bakar ini dan ikut melaksanakannya dengan penuh semangat.
Bayangkanlah apa yang akan terjadi sekiranya kedua sahabat Nabi itu sama-sama keras keduanya, atau sama-sama lunak keduanya.
Demikian pula-lah halnya antara pemimpin dan rakyat, atasan dan bawahan, guru dan murid, orang tua dan anak, serta suami dan istri, begitu juga antara satu sahabat dengan sahabat lainnya.
Salam ukhuwah dalam cinta dan ridha-Nya

0 komentar:
Posting Komentar