Seseorang datang kepada Rasululllah saw dan bertanya : “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku layani (patuhi)? Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ibumu.” Ia bertanya lagi : “Kemudian siapa lagi?” Jawab Nabi : “Ayahmu.” (HR. Bukhari Muslim)
Ibu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya. Tiga kali derajat ibu lebih tinggi dibandingkan dengan bapak. Oleh karenanya, Rasulullah saw memerintahkan supaya kita berbakti kepada orang tua dengan sebaik-baiknya, terutama kepada ibu.
“Ridha Allah itu tergantung ridha kedua ayah bunda, dan murka Allah juga tergantung kepada murka kedua ayah bunda.”
Sepanjang hidupnya, perhatian dan kasih sayang ibu kepada anaknya tak pernah layu oleh teriknya matahari, tak pernah membeku oleh dinginnya salju, tak pernah lenyap oleh kelamnya malam, tak pernah kering di saat kemarau panjang, tak pernah hancur oleh ganasnya alam dan tak pernah karam oleh dalamnya samudra. Seluruh jiwa dan raganya rela dikorbankan demi mengasuh dan membesarkan sang buah hati. Membimbing dan mendidiknya dengan penuh harapan dan do’a siang malam, semoga anaknya selamat sentosa sepanjang hayatnya.
Dalam hati, ibu selalu berdo’a kepada Allah Yang Maha Tinggi, “Ya Allah, semoga diriku Engkau beri kekuatan dan ketabahan dalam menjaga amanah yang Engkau titipkan padaku, semoga anakku ini kelak Engkau jadikan orang yang berbakti kepada-Mu, berguna bagi orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agama.” Itulah harapan dan do’a setiap ibu kepada anaknya.
Iringan do’a ibu selalu menyertai langkah-langkah anak sepanjang hidupnya, sejak lahir sampai ajalnya. Karenanya tak berlebihan bila sesungguhnya do’a ibu kepada anak adalah pembuka pintu hidayah dan pengiring dalam setiap langkah hidup anak sepanjang jalan hidupnya.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 78)
Dalam Al Qur’an Allah menegaskan bahwa sejak dilahirkan sama sekali kita tidak mengerti apa-apa. Maka ibulah orang pertama yang menjadi pembuka petunjuk Allah kepada kita. Ibu telah menunjukkan berbagai hal kepada kita sejak lahir dengan landasan yang kuat sekali, yaitu kasih sayang.
Ketika lahir kita hanya terdiam dan bingung. Oleh karena itulah, waktu lahir kita menangis sekuat-kuatnya karena berharap ada orang yang memberi jalan petunjuk kepada kita dalam menjalani kehidupan yang sangat asing sekali di alam dunia ini.
Kita menangis sejadi-jadinya, karena kita mendapati diri dalam keadaan telanjang tanpa sehelai kain pun menutupi tubuh, sementara selimut (ketuban) yang membalut tubuh kita sudah terpisah ketika lahir. Maka sejak itu, ibulah orang pertama yang menunjukkan kita cara-cara menutup aurat dan memakai pakaian yang rapat menutup seluruh tubuh.
Kita pun tidak tahu sama sekali kemana harus mencari rezki untuk dapat menghidupi diri kita sendiri. Ibu dengan segala kasih sayangnya menunjukkan jalan kita untuk mencari sumber rezki. Kita dibimbingnya untuk menyusu dan menikmati sumber rezki yang halal, baik dan menyehatkan. Maka sejak itu, kita mulai mengerti bahwa memakan rezki itu mesti yang baik, sehat dan halal dan pula dicari dengan cara-cara yang baik dan halal.
Kemudian ketika kita membuang kotoran, maka ibu menunjukan bagaimana kita harus membersihkan dan mensucikan kotoran itu. Begitulah seterusnya, hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, ibu terus memberi petunjuk dan bimbingan kepada kita dengan penuh kasih sayang. Ibulah orang pertama yang menunjukkan cara-cara bagaimana menjalani hidup kita dengan baik. Setiap petunjuk, ibu selalu mengiringinya dengan harapan dan do’a, semoga jalan hidup kita selalu mendapat kebaikan dan keselamatan.
Masihkah terbayang ketika kita masih kecil, saat berangkat ke sekolah, ibu menatap kepergian kita dengan bekal uang jajan seperlunya dan dengan tersenyum ibu berdoa, “Ya Allah semoga anakku kelak menjadi orang yang pintar dan meraih sukses dalam hidupnya.”
Ketika kita pergi bermain, ibu juga selalu berpesan jangan berkelahi dengan teman dan ia berdoa, “Ya Allah semoga anakku menjadi orang yang baik kepada siapapun.”
Ke mana saja kepergian kita, ibu selalu bertanya : “Hendak kemana dan kapan pulangnya?”. Maka selama kepergian kita, ibu selalu mendoakan “semoga Allah memberi keselamatan.” Alangkah cemasnya ibu, bila kita pada waktunya belum pulang jua. Ibu terus menerus berdoa, “Ya Allah semoga tidak ada apa-apa terhadap anakku, Ya Allah selamatkanlah anakku.”
Suatu hari ketika kita jatuh sakit, maka alangkah cemasnya hati ibu melihat keadaan kita. Ia berusaha mencari jalan kesembuahan untuk kita dan ia tak henti-hentinya berdoa : “Ya Allah, sembuhkanlah anakku, buah hatiku.” Alangkah bahagianya ibu bila kita mulai membaik dan sembuh seperti sedia kala.
Ketika dewasa, kita mulai menjalani hidup ini dengan mandiri dan bertanggungjawab terhadap kehidupan kita sendiri. Seluruh bekal yang ibu tunjukkan sejak kecil mulai kita praktekkan dalam hidup kita. Mungkin ibu sudah tidak lagi mengurus diri kita seperti saat kecil, tetapi dalam hal-hal tertentu kita masih membutuhkan bantuan ibu dan mengharapkan do’a ibu. Dan setiap ibu pasti selalu berharap agar apa yang dilakukan anaknya akan mendatangkan kebaikan. Ingatkah ketika kita melamar pekerjaan, maka ibu berharap dan berdoa, “Ya Allah semoga anaku diterima bekerja.” Kemudian ketika kita gagal dalam suatu masalah, ibu selalu memberi dorongan agar kita tetap bersemangat dan berdoa, “Ya Allah berikan jalan keluar yang baik bagi anakku untuk mencapai cita-citanya.” Kemudian ketika menjelang saatnya kita berumah tangga, maka ibu berdoa “Ya Allah semoga anakku mendapat jodoh yang baik”. Begitulah seterusnya, do’a ibu selalu mengiringi perjalanan hidup kita.
Lantas bila anak sudah meraih sukses hidup, apa yang didapat oleh sang ibu. Sesungguhnya sang ibu hanya dapat tersenyum bangga dan tak mengharap apa-apa. Ia ikhlas akan seluruh pengorbanannya selama mengasuh, membimbing dan memberi petunjuk anaknya, karena ia dapat menjalankan tugas yang diamanahkan Allah padanya. Dengan senyum bangganya, ibu masih saja berdoa : “Ya Allah, semoga anakku tetap selalu dalam bimbingan-Mu dan keselamatan-Mu yang selalu menyertainya dunia dan akhirat.”
Hanya satu yang diperintahkan Allah kepada kita, syukurilah segala pemberian Allah dan hargai segala pengorbanan orang tua, dengan khidmat, bersikap baik dan penuh hormat kepadanya.
(Refrensi : “Dahsyatnya Do’a Ibu”)
“Ya Allah, jadikanlah kami anak-anak yang dapat mensyukuri atas segala nikmat yang Engkau berikan dan mensyukuri atas segala petunjuk dan bimbingan orang tua kami sejak kami lahir sampai kami dewasa. Ampunilah segala dosa-dosa kami dan dosa kedua ibu dan bapak kami, sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi kami sewaktu kami kecil.” Aamiin.
Teruntuk Bunda ku tercinta dan tersayang dan seluruh ibu di dunia


1 komentar:
sungguh jadi nggak nyaman sekali di sini karena ada kursornya ribet...
Posting Komentar